Kematian Massal Ikan di Danau Maninjau, Menurut Penjelasan Sains, Kematian massal ikan yang terjadi sejak awal Desember 2021 di Danau Maninjau di kawasan danau yang berada di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat.

Kematian Massal Ikan di Danau Maninjau menimbulkan polusi udara udara. Menurut pengunjung perjalanan untuk mengunjungi Danau Maninjau dia mencium bau tidak sedap semenjak memasuki Nagari Bayua.

Kematian Massal Ikan di Danau Maninjau, Menurut Penjelasan Sains

Kepala Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Agam Rosva Deswira mengatakan, pada Kamis (30/12) ikan yang mati di wilayah Nagari Bayua total mencapai sekitar 200 ton dan di wilayah Nagari Manijau sekitar 50 ton.

Menurut dia, sepanjang Desember 2021 ikan yang mati di kawasan Danau Maninjau total mencapai sekitar 1.705 ton. Bangkai-bangkai ikan yang membusuk menimbulkan bau tidak sedap di kawasan danau.

Dilansir dari CNN Indonesia, Peneliti Pusat Riset Limnologi BRIN, Fauzan Ali menyebut kematian ikan merupakan dampak dari menipisnya kandungan oksigen di dalam air.

“Oksigen itu tidak cukup lagi untuk menghidupi alga yang tumbuh di danau. Jadi bisa nol oksigenya. Akhirnya (ikan-ikan) mati,” ujar Fauzan.

Baca Juga :  Keutamaan Baca Surah Al Fath Awal Ramadhan

Banyak alga dan plankton yang hidup di dasar danau tersebut. Walhasil, kedua makhluk tersebut membutuhkan oksigen, terutama pada malam hari.

Minimnya kandungan oksigen dalam air di Danau Maninjau bukan tanpa alasan. Fauzan menjelaskan hal itu dipengaruhi maraknya pertumbuhan keramba jaring apung di wilayah danau.

Limbah dari pakan ikan yang jatuh ke permukaan air juga disebut turut menjadi faktor minimnya oksigen di dalam air. Ia menjelaskan ada proses mikrobiologi untuk mengurai sisa pakan ikan.

Fauzan menjelaskan pula bahwa proses tersebut membutuhkan oksigen di dalam air, untuk mengurai sisa makanan dan kotoran menjadi amoniak, lalu dilepaskan ke permukaan air.

Sehingga, kandungan oksigen di dalam danau kian habis karena ekosistem di dalam air saling berebut oksigen. Tak ayal, ikan yang ada di karamba tidak kebagian oksigan dan berakhir mati.

Fauzan juga menduga ada proses keluarnya kandungan gas alam yang masih terjadi di dalam danau, lantaran Danau Maninjau terbuat dari aktivitas vulkanik gunung api.

Baca Juga :  Link Download Angkot d Game Mod Apk V2.16 dan Link Unduh Game Serupa Ojol The Game Asli dari CodeXplore

Menurut Faujan, “Secara alamiah danau maninjau mengeluarkan belerang karena terbentuk oleh gunung berapi. Walaupun gunung api tidak aktif lagi tapi sisanya masih ada dan proses pengeluran gas juga masih ada,”.

Dilansir dari lipi.go.id, Kematian massal ikan di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat disebabkan oleh membengkaknya jumlah keramba jaring apung (KJA) di danau tersebut yang melebihi daya dukung danau seluas 9.000 hektare berkedalaman 170 meter itu.

Kepala Pusat Penelitian Limnologi LIPI Tri Widiyanto mengatakan fenomena kematian ikan secara massal di Danau Maninjau adalah hal yang sudah diperkirakan terjadi. Tri menambahkan jumlah KJA di Danau Maninjau sudah melebihi daya dukung danau tersebut. Danau Maninjau hanya mampu mendukung 6.000 KJA. Sementara saat ini di sana terdapat lebih dari 14.000 KJA.

Tri menguraikan bahan atau sisa pakan dan kotoran ikan itu akan menumpuk di dasar danau dan mengalami proses penguraian oleh mikroorganisme yang menghasilkan senyawa beracun yang menurunkan kadar oksigen terlarut.

Baca Juga :  Cek Jam Masuk ASN di Ramadhan 2024, Link Download PDF Jam Kerja PNS Sesuai Perpres No 21 Tahun 2023

Selain itu, kabut asap di sekitar Danau Maninjau juga menjadi pemicu. Hasil pengamatan staf peneliti stasiun lapangan LIPI Danau Maninjau menunjukkan dalam sebulan terakhir wilayah danau dan sekitarnya tertutup kabut asap, jarak pandang pun hanya 200 meter.

Peneliti kualitas air Pusat Penelitian Limnologi LIPI Cynthia Henny menjelaskan Danau Maninjau merupakan danau alamiah hasil bentukan aktivitas tektonik vulkanik. Sehingga terdapat kadar belerang yang tinggi. Mikrobiologi dari pencemar organik akan mengubah senyawa sulfur di dalam danau.

“Danau seharusnya tidak boleh dijadikan keramba. Pengembangan budidaya ikan lokal pun seharusnya diperhatikan seperti ikan bana dan rinuak, ” tutur tri.

Referensi:

http://lipi.go.id, cnnindonesia.com,antaranews.com