Sobat Phi, bisa kah kamu merasakan kemeriahan yang khas di tahun 2020 ini? Angka pada tahun ini memang terbilang cantik, dengan angka 20 kembar. Nah selain itu, pada tahun 2020 juga kita akan bertemu dengan tanggal 29 Februari lho! Tahukah sobat Phi sebutan bagi tahun di mana jumlah hari di bulan Februari bertambah satu? Ya, tahun kabisat.

Sejarah Tahun Kabisat

Tahun kabisat identik dengan tanggal 29 Februari, di mana jumlah hari dalam satu tahun yang biasanya 365 hari akan bertambah menjadi 366 hari. Yang kita kenal saat ini, tahun kabisat adalah tahun di mana jumlahnya habis dibagi empat, contohnya pada tahun 2020 ini. Maka dari itu pula tahun kabisat terjadi selama empat tahun sekali.



Namun sobat Phi, disamping mengetahui keunikannya, penting pula bagi kita untuk mengenal sejarah tahun kabisat sendiri. Dan juga turut mempelajari sejarah dan teori yang menjelaskan kehadiran dari tahun kabisat tersebut.

Istilah kabisat, dalam bahasa Inggris disebut Leap Year, dipopulerkan di era Kaisar Romawi Julius Caesar dengan bantuan astronom asal Alexandria, Sosiogenes. Tahun kabisat terjadi untuk menyeimbangkan dan memperbaiki jadwal waktu bumi dalam mengelilingi matahari, atau revolusi bumi.

Baca Juga :  Minuman Dehidrasi yang Harus Dihindari Selama Puasa

Sosiogenes menciptakan kalender Julian dengan perhitungan 365 hari dalam setahun. Sebenarnya, bumi mengelilingi matahari tidak selama 365 hari bulat, melainkan 365,25 hari lamanya. Jadi sebenarnya masih ada seperempat waktu yang tersisa dalam satu hari. Namun Sosiogenes menganggapnya tidak praktis dan perhitungannya pun dibulatkan menjadi 365 hari dalam setahun.

Tapi sobat Phi, jumlah desimal di belakang koma itu tidak semerta-merta dihilangkan lewat pembulatan. Jika ditumpuk, 0,25 hari tersebut akan menjadi satu hari jumlahnya dalam empat tahun. Maka dari itu ditambahkanlah jumlah hari di bulan Februari setiap empat tahun sekali. Akibat penambahan hari pada saat itu, bulan Februari yang awalnya hanya 29 hari, menjadi 30 hari.

Lantas mengapa kah sekarang jumlah hari di bulan Februari hanya ada 28 hari di tahun reguler dan 29 hari di tahun kabisat? Jadi, sistem penanggalan romawi kembali mengalami perubahan pada masa pemerintahan August Caesar. Ia mengganti penanggalan salah satu bulan yaitu bulan August atau Agustus. Sebelumnya, Agustus terdiri dari 30 hari dan atas keputusan August Caesar, bulan Agustus ditambahkan satu hari menjadi 31, dan bulan Februari lah yang dikurangi.

Baca Juga :  Kunci Jawaban Soal Biologi Kelas 12 Halaman 16 Kurikulum Merdeka SMA, Anabolisme dan Katabolisme

Mengapa harus bulan Februari? Kenapa tidak bulan-bulan yang lain yang harinya dikurangi atau ‘dicomot’? Ternyata pada saat itu, penutup tahun bukan lah bulan Desember, melainkan bulan Februari. Maka dari itulah, Februari menjadi sasaran empuk untuk dikurangi jumlah harinya.

Sebelumnya, Januari dan Februari ditambahkan oleh King Numa Pompilius untuk melengkapi 10 bulan yang sudah ada. Tujuannya adalah untuk memperbaiki jumlah hari dalam setahun.

Pada praktiknya sistem penanggalan terus mengalami perubahan seiring dengan perbaikan yang ada. Susunan nama bulan pun diubah hingga akhirnya berlaku sistem penanggalan yang kita kenal sekarang ini. Begitu pula dengan kriteria kalender kabisat. Karena pada kenyataannya, setelah 1.500 tahun berlaku, masih terdapat kesalahan perhitungan yang menyebabkan ada selisih 10 hari.

Baca Juga :  Soal Latihan Tes OJK dan Kunci Jawaban Lengkap 2024

Akhirnya, Paus Gregorius XIII membuat kalender Gregorian pada tahun 1582. Bersamaan dengan ini, ditetapkan pula kriteria tahun kabisat. Dari perhitungan kalender Gregorian, tahun kabisat adalah tahun yang habis dibagi empat. Namun perhitungan ini tidak berlaku di pergantian abad atau tahun kelipatan 100. Untuk tahun kelipatan 100, tahun harus bisa dibagi 400, baru lah disebut dengan tahun kabisat.

Perhitungan ini ditetapkan atas adanya fakta baru di mana awalnya dikira bumi berrevolusi selama 365,25 hari, ternyata bumi mengitari matahari selama 365,242 hari.

(Ismi Hakim Azzahrah)

Source: National Geographic, CNN Indonesia.