Apa Itu ADHD? Cek Gejala ADHD dan Pantangannya. ADHD singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Pengakuan selebgram Fuji soal dirinya yang mengidap Attention Deficit Hyperactivity Disorder atau ADHD membuat publik heboh.

Konten kreator Fujianti Utami Putri atau lebih dikenal dengan sapaan Fuji, mengaku mengidap penyakit Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Ia mengaku baru mengetahui hal ini dari psikolog sejak 2022.

Dalam sebuah video yang tersebar di YouTube, adik mendiang Bibi Andriansyah itu mengaku sudah mengetahui soal kondisinya itu sejak 2022 lalu.

Apa Itu ADHD? Cek Gejala ADHD dan Pantangannya

“Aku itu tahunya dari tahun lalu, 2022 dari psikolog. Oh, ini toh yang bikin aku suka nabrak-nabrak, jalan tuh apa pun ditabrak, taro barang teledor, suka lupa,” tutur Fuji.

“Aku kan dulu suka banget minum cokelat ya, habis minum cokelat aku aktif malemnya enggak bisa tidur, terus energinya habis banget. Ternyata ADHD itu enggak boleh konsumsi gula berlebih karena itu bisa menyebabkan sugar rush dan aku makin hiperaktif,” lanjutnya.

Lantas, apa itu ADHD?

Mengutip CDC, ADHD adalah salah satu gangguan perkembangan saraf yang paling umum terjadi pada masa anak-anak. Biasanya penyakit ini pertama kali didiagnosis pada masa anak-anak dan sering kali berlanjut hingga dewasa.

Anak-anak dengan ADHD mungkin mengalami kesulitan dalam memperhatikan, mengendalikan perilaku impulsif, atau menjadi terlalu aktif. ADHD juga dapat memengaruhi anak di sekolah, di rumah, dan dalam pertemanan.

Saat usia anak memang ada kalanya mengalami kesulitan untuk memperhatikan, mendengarkan dan mengikuti arahan, duduk diam, atau menunggu giliran. Namun bagi anak-anak dengan ADHD, perjuangannya lebih sulit dan lebih sering terjadi.

Meski lebih rentan terjadi pada anak, gejala yang muncul bisa bertahan hingga usia remaja bahkan dewasa. ADHD terbagi menjadi 3 subtipe, yaitu:

  • Dominan hiperaktif-impulsif. Tipe ini biasanya muncul dengan masalah hiperaktivitas bersamaan dengan perilaku impulsif.  
  • Dominan inatentif. Tipe ini memiliki ciri sulit untuk menaruh perhatian penuh pada satu hal dalam satu waktu. Anak-anak dengan kondisi ini cenderung tidak bisa memperhatikan dengan baik.
  • Kombinasi hiperaktif-impulsif dan inatentif. Jenis ini menunjukkan ciri hiperaktif, impulsif, dan tidak dapat memperhatikan dengan baik.

Apa Itu ADHD? Cek Gejala ADHD dan Pantangannya

Gejala ADHD

Melansir KidsHealth, ada beberapa gejala atau tanda seseorang mengidap ADHD:

Anak-anak dengan ADHD dapat menunjukkan tanda-tanda di salah satu atau semua area berikut:

1. Mudah teralihkan perhatiannya

Salah satu gejala ADHD adalah mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian, berkonsentrasi, dan mengerjakan tugas.

Mereka mungkin tidak mendengarkan arahan dengan baik, melewatkan detail penting, dan tidak menyelesaikan apa yang telah mereka mulai.

Selain itu, anak dengan ADHD mungkin melamun atau terlalu banyak membuang waktu. Mereka akan tampak linglung atau pelupa, dan kehilangan jejak.

2. Hiperaktif

Anak dengan ADHD cenderung hiperaktif, mudah gelisah, dan bosan. Mereka mungkin kesulitan duduk diam, atau tetap diam saat dibutuhkan.

Mereka mungkin terburu-buru dalam melakukan sesuatu dan membuat kesalahan yang ceroboh. Tanpa disengaja, mereka mungkin bertindak dengan cara yang mengganggu orang lain.

3. Impulsif

Anak dengan ADHD sering kali bertindak terlalu cepat sebelum berpikir. Mereka sering menyela, mungkin mendorong atau meraih, dan sulit menunggu.

Mereka mungkin melakukan sesuatu tanpa meminta izin, mengambil sesuatu yang bukan miliknya, atau bertindak dengan cara yang berisiko. Selain itu, orang dengan ADHD mungkin memiliki reaksi emosional yang tampaknya terlalu kuat untuk situasi tersebut.

Baca Juga :  Cara Cek Data Pegawai Non ASN 2024

Meski demikian, penting untuk tidak terburu-buru mendefinisikan tanda-tanda di atas sebagai ADHD. Diagnosis harus dilakukan dengan ahli melalui sejumlah pemeriksaan.

Faktor Risiko ADHD

Setiap anak bisa mengalami gangguan kesehatan mental ini. Namun, ada beberapa faktor risiko ADHD yang perlu diperhatikan:

1. Faktor genetik

Faktor genetik memiliki peran penting dalam perkembangan kondisi ini. Jika ada riwayat ADHD dalam keluarga, risiko untuk mengembangkan gangguan ini cenderung lebih tinggi.

2. Gangguan selama kehamilan

Faktor selama masa kehamilan, seperti paparan zat beracun, penggunaan alkohol atau obat-obatan terlarang, dan stres berlebihan pada ibu hamil, dapat meningkatkan risiko ADHD pada anak.

3. Kelahiran prematur atau BBLR

Anak yang lahir prematur atau dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki risiko lebih tinggi terhadap perkembangan ADHD.

4. Trauma kepala dan paparan timbal

Cedera kepala yang signifikan pada usia dini dapat menjadi faktor risiko bagi perkembangan ADHD.

Paparan tinggi terhadap timbal pada anak-anak juga dapat berkontribusi terhadap pengembangan ADHD.

5. Gangguan neurologis

Anak dengan riwayat gangguan neurologis atau kesehatan mental lainnya, seperti gangguan bipolar atau gangguan spektrum autisme, dapat memiliki risiko lebih tinggi mengembangkan ADHD.

6. Faktor lingkungan

Lingkungan yang tidak mendukung, stres keluarga, paparan zat-zat kimia beracun, dan kurangnya dukungan sosial dapat meningkatkan risiko ADHD.

Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara polusi udara dan peningkatan risiko ADHD pada anak-anak.

7. Kurang gizi dan istirahat

Gizi yang tidak mencukupi atau defisiensi gizi tertentu selama masa pertumbuhan dan perkembangan anak dapat memengaruhi fungsi otak dan mempengaruhi risiko ADHD.

Kurang tidur atau gangguan tidur pada anak juga dapat memengaruhi konsentrasi dan perilaku, yang berkaitan dengan gejala ADHD.

Apa Itu ADHD? Cek Gejala ADHD dan Pantangannya

Penyebab ADHD

Tidak ada penjelasan pasti mengenai penyebab seorang anak mengidap ADHD. Namun, sejumlah studi menunjukkan bahwa ini sebagian besar diturunkan dari orang tua atau kerabat yang juga menderita ADHD.

Anak-anak juga lebih berisiko terkena penyakit ini jika mereka dilahirkan lebih awal (prematur), terpapar racun lingkungan, atau ibu yang menggunakan narkoba selama kehamilan.

ADHD tidak disebabkan oleh terlalu banyak waktu menatap layar, pola asuh yang buruk, atau makan terlalu banyak gula.

Gejala ADHD pada Anak

  • Sulit memperhatikan dan tetap teratur
  • Punya masalah dengan pengendalian diri
  • Memiliki kegelisahan yang berlebihan

Gejala ADHD pada Remaja

  • Punya masalah dengan manajemen waktu
  • Sering melakukan kesalahan dalam tugas atau pekerjaan
  • Menghindar dari tugas atau pekerjaan yang melelahkan secara mental
  • Sulit fokus pada tugas sekolah atau pekerjaan lain
  • Kesulitan menjaga hubungan sosial dan keluarga
  • Sering lupa menaruh barang atau kehilangan barang pribadi
  • Mengalami peningkatan frustasi dan kepekaan emosional

Gejala ADHD pada Dewasa

  • Sering cedera
  • Mengalami kesulitan dalam hubungan dengan pasangan, keluarga, atau rekan kerja
  • Kesulitan menyelesaikan tugas atau pekerjaan
  • Melakukan penyalahgunaan zat, terutama alkohol

Apa Itu ADHD? Cek Gejala ADHD dan Pantangannya

Pantangan makanan ADHD

Dalam sebuah video yang viral, Fuji mengatakan kondisi kesehatannya membuat ia tak boleh mengonsumsi gula berlebihan. Sebenarnya, apa saja pantangan makanan bagi penderita ADHD?

1. Soda

Menukil Everyday Health, soda mengandung bahan-bahan yang dapat memperburuk gejala ADHD, seperti sirup jagung fruktosa tinggi dan kafein.

“Asupan gula dan kafein yang berlebihan menyebabkan gejala hiperaktif dan mudah teralihkan,” kata pakar ADHD, Frank Barnhill

Sebuah penelitian pada 2013 menemukan bahwa secara umum, anak-anak berusia 5 tahun yang minum soda lebih cenderung menunjukkan agresi dan penarikan diri dari pergaulan.

Baca Juga :  Info Jadwal Libur Sekolah Lebaran 2024 di 38 Provinsi

2. Buah dan sayuran beku

Meskipun buah-buahan dan sayur adalah pilihan sehat untuk diet ADHD, namun mereka tak disarankan mengonsumsi buah dan sayuran beku karena mengandung pewarna buatan.

“Makanan yang diberi organofosfat untuk pengendalian serangga telah terbukti menyebabkan masalah perilaku berbasis neurologis yang meniru ADHD dan banyak masalah perilaku lainnya,” ujar Barnhill.

3. Minuman berenergi

Minuman berenergi dapat memperburuk gejala ADHD karena mengandung pemanis buatan, pewarna buatan, kafein, dan stimulan lainnya.

4. Ikan bermerkuri

Mengonsumsi ikan dan makanan laut lainnya yang mengandung merkuri dapat memperburuk gejala ADHD dalam jangka panjang, kata Naheed Ali, pakar ADHD dan penulis Diabetes and You: A Comprehensive, Holistic Approach.

Beberapa penyebab terburuknya adalah hiu, king mackerel, ikan todak, dan tilefish.

“Merkuri, seperti selulosa, sangat sulit dicerna dan dapat terakumulasi di otak seiring waktu. Hal ini dapat menyebabkan hiperaktif,” jelas Ali.

5. Makanan manis

Sebagian anak akan lebih aktif setelah mengonsumsi permen atau makanan mengandung gula, seperti cokelat atau permen. Oleh karena itu, Anda dianjurkan untuk membatasi pemberian makanan manis kepada anak.

Bagaimana Mengobati ADHD?

Sayangnya, anak dengan kondisi ADHD tidak bisa sembuh sepenuhnya.

Meski begitu, gabungan antara obat dan terapi bisa membantu mengurangi gejala yang muncul, sehingga pengidapnya tetap bisa beraktivitas dengan normal.

Adapun pengobatan ADHD yang bisa ditempuh:

1. Obat

Dokter akan meresepkan obat methylphenidate yang memang umum untuk mengatasi ADHD.

Obat satu ini bekerja dengan membuat kadar senyawa kimia pada otak menjadi lebih seimbang. Dengan demikian, gejala yang muncul bisa berkurang.

Obat methylphenidate terbilang aman untuk anak, tetapi dokter tetap memantau kondisi anak untuk tindakan antisipasi akan efek samping yang mungkin terjadi. Misalnya, kelainan pada organ jantung.

Jika nantinya anak mengalami efek samping atau ada risiko tinggi untuk mengalami hal tersebut, maka dokter bisa meresepkan jenis obat lainnya, yaitu obat amitriptyline, atomoxetine, dan obat yang masuk dalam kelompok agonis alfa, seperti clonidine.

2. Psikoterapi

Metode pengobatan lainnya adalah psikoterapi. Tidak hanya mengobati kondisi ini, terapi juga bermanfaat untuk mengobati masalah kejiwaan lain yang bisa muncul dengan ADHD, misalnya depresi

Jenis terapi yang bisa menjadi pertimbangan, yaitu:

3. Cognitive behavioural therapy (CBT) atau terapi perilaku kognitif

Terapi perilaku kognitif memiliki tujuan utama untuk membantu pengidap sehingga dapat mengubah perilaku dan pola pikir mereka ketika sedang berada pada kondisi atau permasalahan tertentu.

4. Terapi psikoedukasi

Selanjutnya, terapi psikoedukasi. Ketika menjalani terapi ini, psikiater akan mengajak pengidap untuk bercerita. Misalnya, kesulitan pengidap dalam menghadapi kondisi tersebut.

Melalui terapi ini, psikiater berharap pengidap bisa mendapatkan cara terbaik untuk mengatasi gejala yang muncul.

5. Terapi interaksi sosial

Kemudian, terapi interaksi sosial yang bisa membantu pengidap untuk mengetahui perilaku sosial yang pas untuk suatu kondisi.

Orang tua, pengasuh, keluarga, dan guru tentu memerlukan arahan sehingga bisa memberikan pendampingan pada pengidap.

Inilah sebabnya, orang-orang yang terlibat dengan pengidap juga perlu memperoleh pelatihan khusus.

Biasanya, pelatihan akan memberikan beberapa materi berikut:

  • Cara tepat memberikan pujian sebagai bentuk dukungan untuk anak.
  • Solusi ketika anak menunjukkan perilaku buruk.
  • Memberikan arahan kegiatan anak yang sesuai dengan kapabilitasnya.

Sementara itu, guna membantu anak mengontrol gejala yang muncul, orang tua juga bisa secara perlahan disiplin membiasakan pola hidup sehat, dengan cara:

  • Menerapkan pola makan sehat dengan asupan gizi seimbang.
  • Memastikan bahwa anak mendapatkan tidur yang cukup. Melalui artikel Inilah Hubungan Pola Tidur dengan ADHD, orang tua bisa mengetahui mengapa anak perlu mendapat cukup istirahat.
  • Batasi waktu menonton tivi, main game, dan berinteraksi dengan gawai.
  • Ajak anak untuk melakukan aktivitas fisik setidaknya selama 60 menit setiap hari.
Baca Juga :  Kisi-kisi Tes Kesehatan IPDN 2024, Pahami Sebelum Daftar

Meski tidak bisa sembuh, diagnosis yang akurat dan pengobatan yang pas sesegera mungkin bisa membantu pengidap bisa beradaptasi dengan keadaan dirinya dan melakukan aktivitas seperti biasanya.

Namun, orang tua juga perlu memahami bahwa pengobatan ADHD perlu adanya komitmen dan persiapan yang matang dari banyak aspek. Mulai dari finansial, waktu, hingga emosi.

Komplikasi ADHD

ADHD yang tidak segera mendapat penanganan dapat mempersulit kehidupan anak dan remaja. Mereka bisa mengalami beberapa kondisi berikut:

  • Anak sering kesulitan berada dalam kelas, sehingga menyebabkan kegagalan akademik serta penilaian oleh anak lain dan orang dewasa.
  • Cenderung mengalami lebih banyak kecelakaan atau cedera daripada anak-anak yang tidak mengalaminya.
  • Memiliki harga diri yang buruk.
  • Mengalami kesulitan berinteraksi dan penerimaan dalam pertemanan sebaya dan orang dewasa.
  • Berada pada peningkatan risiko penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan serta perilaku nakal lainnya.

Tidak hanya itu, kondisi ADHD juga bisa membuat kehidupan orang dewasa menjadi lebih sulit, seperti:

  • Prestasi akademik dan karir yang buruk.
  • Menjadi pengangguran.
  • Mengalami masalah dengan keuangan.
  • Kerap bermasalah dengan hukum.
  • Kecanduan alkohol dan penyalahgunaan zat lainnya.
  • Sering mengalami kecelakaan kendaraan dan lainnya.
  • Hubungan yang tidak stabil, baik dengan pasangan, teman, dan keluarga.
  • Kesehatan fisik dan mental yang buruk.
  • Citra diri yang buruk.
  • Memiliki upaya bunuh diri.

Pencegahan ADHD

Sayangnya, tidak ada pencegahan spesifik yang bisa dilakukan terhadap kondisi ADHD.

Namun, risiko gangguan mental ini bisa orang tua kurangi, Mulailah sedini mungkin dari masa kehamilan.

Ibu hamil sebaiknya tidak merokok, tidak mengonsumsi minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang, sera sebisa mungkin menjauhkan anak dari asap rokok serta paparan zat beracun yang bisa membahayakan kesehatan.

Cara lainnya, yaitu:

  • Konsumsi makanan bergizi dan seimbang yang dapat berpengaruh pada perkembangan otak dan fungsi kognitif. Hindari makanan tinggi gula dan junk food serta pastikan untuk menyertakan buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan protein sehat dalam makanan sehari-hari.
  • Meski sedang hamil, ibu tetap perlu bergerak aktif. Olahraga ringan terbukti bisa mencegah komplikasi selama kehamilan.
  • Kurangi stres dengan cara melakukan hobi, berolahraga ringan atau berlatih teknik relaksasi.

Kapan Harus ke Dokter?

Segera lakukan periksakan sang buah hati ke dokter apabila orang tua melihat anak menunjukkan tanda dan gejala kondisi ini.

Ini termasuk kesulitan berfokus, memperhatikan, dan tingkah laku impulsif dan hiperaktif.

Orang tua mungkin akan mengalami kesulitan untuk membedakan gejala ADHD dengan tingkah laku normal pada anak.

Inilah sebabnya, diskusi dengan dokter atau psikolog anak menjadi hal yang wajib jika melihat anak menunjukkan tingkah laku yang tidak biasa.

Apa Itu ADHD? Cek Gejala ADHD dan Pantangannya

Sumber : https://www.cnnindonesia.com