Risiko Spinal Cord Injury Bisa Berakibat Lumpuh hingga Kematian Selebgram Laura Anna meninggal dunia pada Rabu (15/12), di tengah perjuangannya mencari keadilan. Kecelakaan pada Desember 2019 bersama mantan kekasihnya, Gaga Muhammad, membuat mengalami spinal cord injury atau cedera saraf tulang belakang.
Akibatnya, kedua kaki Laura lumpuh dan jari-jari tangannya sulit digerakkan.
Wawan Mulyawan, konsultan bedah saraf tulang belakang RSU Bunda, mengamati saat informasi ini menyeruak di media massa, banyak orang jadi penasaran tentang cedera satu ini. Apa benar cedera saraf tulang belakang bisa berakibat fatal atau menimbulkan kematian?
Sebelum membahas tentang cedera saraf tulang belakang, Wawan mengajak untuk sedikit memahami tentang sistem saraf dan kinerjanya.
Dia berkata jaringan sistem saraf membawa informasi dalam bentuk impuls listrik ke dan dari seluruh tubuh dan mengatur semua aktivitas tubuh.
“Unit dasar sistem saraf adalah sel saraf (neuron), yang terdiri dari badan sel, akson dan dendrit. Selain otak, sumsum tulang belakang sebagai bagian terpenting jaringan dalam sistem saraf dan disebut sistem saraf pusat (SSP),” kata Wawan dalam rilis resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (15/12).
“Selain SSP, sistem saraf yang lain disebut sistem saraf perifer (di luar saraf di otak dan sumsum tulang belakang).”
Sumsum tulang belakang jadi wadah dua jalur sistem utama di mana informasi disampaikan ke otak, begitu pula sebaliknya.
Jalur pertama merupakan jalur keluar (eferen) yang mengirimkan perintah dari otak ke tubuh untuk mengendalikan otot gerak (jalur motorik) dan mengendalikan jantung, usus, dan organ lain (jalur otonom).
Kemudian, jalur kedua yakni jalur masuk (aferen) atau jalur sensorik akan mengirimkan informasi dari luar baik lewat kulit, otot, dan organ lain ke otak. Melihat fungsi dan kinerjanya, kasus cedera saraf tulang belakang bisa berakibat serius.
Apa itu cedera saraf tulang belakang atau spinal cord injury?
Berdasarkan definisi dari Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia (Perdossi), cedera saraf tulang belakang merupakan cedera pada tulang belakang baik langsung (kecelakaan atau jatuh) maupun tidak langsung (infeksi bakteri atau virus) yang dapat mengakibatkan kecacatan menetap atau kematian.
Wawan menyebut kasus cedera saraf tulang belakang tidak sebanyak kasus cedera otak. Tidak ada data global yang persis menyebutkan jumlahnya, tetapi diperkirakan ada 300-1.300 orang dari 1 juta penduduk dunia yang mengalaminya.
Jika melihat dari angka ini, diperkirakan ada sekitar 200 ribu orang Indonesia yang mengalami cedera saraf tulang belakang.
Apa kerusakan akibat cedera saraf tulang belakang?
Ada dua kerusakan akibat cedera ini yakni, kerusakan primer atau kerusakan langsung akibat benturan atau tekanan dan kerusakan sekunder atau kerusakan tambahan.
1. Kerusakan primer
Cedera saraf tulang belakang biasanya terjadi akibat trauma pada tulang belakang, mulai dari leher atau servikal sampai tulang belakang sakral (terdiri dari 5 tulang yang menyatu seperti segitiga dan terhubung ke panggul).
Saat tulang retak atau patah, ini akan menekan hingga merobek sumsum tulang belakang.
“Berat ringannya kerusakan saraf tergantung pada kekuatan tekanan pada saraf oleg tulang belakang, keras ringannya energi yang menghantam dan lama tekanan atau lama pertolongan [datang],” jelas Wawan.
2. Kerusakan sekunder
Ketika kerusakan primer terus berlangsung sebab pertolongan lambat atau tidak tepat, terjadi kerusakan sekunder. Kerusakan sekunder bisa lebih parah dari kerusakan primer bahkan bisa bersifat menerap (permanen).
Pertolongan perlu dilakukan secepat mungkin untuk menyelamatkan sebanyak mungkin fungsi saraf sensorik, motorik dan otonom.
“Dalam beberapa menit setelah kecelakaan atau cedera, jika tidak segera ditangani, menyebabkan pengiriman nutrisi dan oksigen yang tidak cukup ke sel saraf, dan sel saraf akhirnya mati permanen,” paparnya.
“Ketika sel saraf di sumsum tulang belakang, akson, atau astrosit cedera, jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, bahkan akan bisa merusak dirinya sendiri (self-destruction) akibat memproduksi bahan kimia beracun yang disebut zat radikal bebas.”
Bahaya spinal cord injury atau cedera saraf tulang belakang
Wawan juga memberikan catatan bahwa masih ada akibat lanjutan dari cedera saraf tulang belakang yang perlu menjadi perhatian, di antaranya:,
1. Fungsi saraf sensorik hilang
Pasien bisa kehilangan kemampuan merasa (misal membedakan suhu) dan tidak bisa merasakan nyeri atau sakit sebab sel saraf yang mati tidak bisa beregenerasi.
2. Fungsi saraf motorik hilang
Lengan, tangan, atau tungkai juga kaki menjadi lemah hingga lumpuh.
3. Fungsi saraf otonom rusak
Terjadi gangguan buang air kecil, buang air besar, suhu tubuh, tekanan darah, dan sirkulasi darah. Pada pria, penis tidak bisa ereksi. Kesulitan bernapas sangat mungkin terjadi pada kasus cedera di atas tulang leher bagian atas.
4. Decubitus
Ini terjadi saat kelumpuhan membuat pasien lama berbaring atau duduk sehingga timbul luka karena tubuh menekan alas tidur. Luka berisiko membuka jalan untuk infeksi (biasanya sistem paru-paru dan saluran kencing), bahkan dalam beberapa kasus bisa mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan mengancam nyawa.
Bagaimana diagnosis cedera saraf tulang belakang?
1. Pada fase akut, dokter akan memastikan apa cedera mempengaruhi pernapasan atau detak jantung.
2. Cek kondisi fungsi saraf tulang belakang dengan pemeriksaan fungsi sensorik (sentuhan, nyeri, rasa sakit di kulit), fungsi motorik (menggerakkan tangan, kaki, jari-jari), dan fungsi otonom (buang air besar, buang air kecil dan pada pria dicek penisnya).
3. Tes pencitraan seperti, rontgen atau X-Ray, CT Scan, dan MRI.
4. Elektromiogram (EMG), ini jarang dilakukan. Pemeriksaan bertujuan untuk memeriksa aktivitas listrik di otot.
Bagaimana tata laksana pananganan cedera saraf tulang belakang?
1. Operasi terutama operasi darurat untuk mengatasi patah tulang belakang dan mengetahui kerusakan sumsum tulang belakang termasuk pembekuan darah atau kerusakan jaringan di sekitarnya.
2. Pengobatan dengan kortikosteroid. Beberapa penelitian menunjukkan kortikosteroid bisa membantu kondisi cedera jika terjadi kondisi spinal shock (kondisi akibat cedera saraf tulang belakang yang parah).
3. Operasi terjadwal dengan tujuan hanya memperbaiki stabilitas tulang belakangnya meski kerusakan saraf sifatnya sudah permanen.
“Tujuan jangka panjang dari perawatan cedera tulang belakang meliputi, meningkatkan kemandirian dan kualitas hidup, mengurangi risiko kesehatan kronis, dan memulihkan beberapa fungsi saraf pada cedera parsial,” kata Wawan.
Risiko kesehatan kronis atau komplikasi jangka panjang termasuk, tubuh kesulitan mengatur tekanan darah dan suhu tubuh, risiko masalah jantung atau paru, kehilangan kontrol kandung kemih atau usus, kelumpuhan pada lengan atau kaki, sakit terus-menerus, spastisitas (kondisi otot yang berkontraksi terus-menerus) dan disfungsi seksual.
Apa seorang yang mengalami cedera saraf tulang belakang bisa disabilitas permanen?
“Ya, jika yang terjadi adalah cedera sumsum tulang belakang yang komplet, cacat atau kelumpuhannya permanen,” katanya.
Efek cedera bisa jadi tidak permanen dalam artian hanya sebagian saraf sensorik, motorik atau otonom yang rusak sehingga memungkinkan beberapa fungsional dari waktu ke waktu.
Oleh karenanya, penanganan cedera saraf tulang belakang harus dilakukan cepat dan tepat.
Apa cedera saraf tulang belakang bisa dicegah?
Di sini yang lebih pas diungkapkan adalah mengurangi risiko cedera. Yang bisa dilakukan antara lain:
– mengemudi mengenakan sabuk pengaman lengkap (baik pengemudi maupun penumpang)
– menghindari bahaya jatuh dari tangga atau di lantai licin
– mengenakan alat pelindung saat olahraga tertentu
– menghindari aktivitas fisik ekstrem pada orang usia lanjut dan perempuan yang sudah menopause.
Risiko Spinal Cord Injury Bisa Berakibat Lumpuh hingga Kematian
Sumber: https://www.cnnindonesia.com/