Perubahan Iklim Tanaman di Inggris Raya Berbunga Lebih Cepat, Ilmuwan Inggris Beritahukan Dampaknya, Studi ini dilakukan oleh tim peneliti yang dipimpin oleh Universitas Cambridge, Inggris.

Temuan ini telah dipublikasikan pada laman Proceedings of The Royal Society B dengan judul “Plants in the UK flower a month earlier under recent warming” pada awal Februari ini.

Perubahan Iklim Tanaman di Inggris Raya Berbunga Lebih Cepat, Ilmuwan Inggris Beritahukan Dampaknya

Dilansir dari SciTechDaily, para ahli berpendapat perubahan yang terjadi akan memiliki konsekuensi mendalam bagi satwa liar hingga dunia pertanian.

Mengutip Phys, Rabu (2/2/2022) peneliti menganalisis lebih dari 400.000 pengamatan dari 406 spesies tanaman di Nature’s Calendar yang dikelola oleh Woodland Trust antara tahun 1753 hingga 2019.

Kalender tersebut dikelola oleh badan amal konservasi hutan terbesar di Inggris Raya, Woodland Trust. Berdasarkan data itu para peneliti menyusun kapan tepatnya tanaman berbunga pada musim semi pertama dengan pengukuran suhu instrumental.

Para peneliti menemukan bahwa rata-rata tanggal berbunga pada musim semi pertama dari tahun 1987 hingga 2019 adalah satu bulan penuh lebih awal bila dibandingkan dengan dari tahun 1753 hingga 1986. Periode tersebut bertepatan dengan percepatan pemanasan global yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

Baca Juga :  Info Jadwal Libur Sekolah Lebaran 2024 di 38 Provinsi

Walaupun bunga musim semi pertama selalu menjadi hal yang disambut baik, pembungaan lebih awal ini dapat memiliki konsekuensi bagi ekosistem dan pertanian.

Spesies lain yang menyeimbangkan migrasi dan hibernasi mereka dengan kapan tanaman berbunga atau tidak dapat tertinggal dari jadwal.

Sebuah fenomena yang dikenal sebagai ketidakcocokan ekologis dan dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati jika suatu spesies tidak dapat beradaptasi dengan cukup cepat.

Perubahan tersebut juga dapat memiliki konsekuensi bagi petani dan tukang kebun. Jika pohon buah-buahan berbunga lebih awal setelah musim dingin, petani dapat gagal panen karena bunga dari pohon-pohon itu mati terkena embun beku.

Kita dapat melihat efek perubahan iklim melalui peristiwa cuaca ekstrem dan peningkatan variabilitas iklim. Namun, efek jangka panjang dari perubahan iklim pada ekosistem sulit untuk dilihat dan oleh karena itu sulit untuk dikenali juga diukur.

“Kami dapat menggunakan berbagai kumpulan data lingkungan untuk melihat bagaimana perubahan iklim memengaruhi spesies yang berbeda, tetapi sebagian besar catatan yang kami miliki hanya mempertimbangkan satu atau beberapa spesies di area yang relatif kecil,” kata Profesor Ulf Büntgen dari Departemen Geografi Cambridge, penulis utama studi ini.

Baca Juga :  Update Link Mirror Pengumuman Hasil SNBP 2024 dan Cara Cek Hasilnya

Namun, risiko yang lebih besar menurutnya adalah ketidakcocokan ekologis. Tanaman, serangga, burung, dan satwa liar lainnya telah berevolusi bersama di titik tertentu dan sinkron dalam tahap perkembangannya.

Sebagai gambaran saat tanaman tertentu berbunga maka akan menark jenis serangga dan menarik jenis burung tertentu pula, dan seterusnya.

Namun, jika satu komponen merespons lebih cepat daripada yang lain, ada risiko bahwa mereka tak akan sinkron yang dapat menyebabkan kepunahan jika tak dapat beradaptasi dengan cukup cepat.

“Pemantauan berkelanjutan diperlukan untuk memastikan bahwa kita lebih memahami konsekuensi dari perubahan iklim,” kata rekan penulis Profesor Tim Sparks dari Departemen Zoologi Cambridge.

Apa risiko tanaman berbunga lebih awal?

Embun beku yang terlambat akan dapat membunuh atau merusak tanaman yang mekar terlalu dini. Namun, para peneliti mengatakan ancaman terbesar adalah satwa liar seperti burung dan serangga yang telah berevolusi, di mana tahap perkembangan mereka selaras dengan pola berbunga tanaman yang mereka andalkan untuk bertahan hidup.

Dan, jika siklus ini tidak lagi dalam fase yang sama, hasilnya disebut sebagai “ketidaksesuaian ekologis”.

“Tanaman tertentu yang berbunga, menarik jenis serangga tertentu, menarik jenis burung tertentu, dan seterusnya,” kata Büntgen dalam siaran pers. “Namun, jika satu komponen merespons lebih cepat daripada yang lain, ada risiko bahwa mereka tidak sinkron, yang dapat menyebabkan spesies runtuh jika mereka tidak dapat beradaptasi dengan cukup cepat.”

Baca Juga :  Keutamaan Baca Surah Al Fath Awal Ramadhan

Pergeseran terbesar ke pembungaan lebih awal, pada 32 hari, ditemukan pada tumbuhan, yang mampu menjalani adaptasi genetik cepat. Büntgen mengatakan perubahan itu “sangat besar.”

Büntgen mengatakan lebih banyak data diperlukan untuk mempelajari dampak pembungaan sebelumnya pada ekosistem yang lebih luas.

Pada bulan Januari, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa tujuh tahun terakhir telah menjadi tahun yang terpanas yang pernah tercatat, dengan suhu global rata-rata pada tahun 2021 sekitar 1,11 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.

Studi dipublikasikan di Proceedings of the Royal Society B.

Referensi:

1.https://nationalgeographic.grid.id

2.https://www.kompas.com/sains/

3.https://www.liputan6.com/global