Waspadai Student Burnout Pada Anak, Kelelahan pada siswa  bisa terjadi saat pandemi.

Siswa yang mengalami kelelahan emosional akan ditandai dengan timbulnya perasaan tidak puas terhadap kondisi yang ada, meningkatnya sensitivitas siswa terhadap apa yang dikatakan oleh guru, teman, maupun orangtua.

Waspadai Student Burnout Pada Anak

Kesulitan yang dialami siswa dapat menjadi salah satu pemicu burnout pada siswa. Istilah burnout pertama kali dicetuskan oleh Herbert J. Freudenberger dan terus berkembang dari waktu ke waktu.

Pengertian Burnout

Burnout merupakan sindrom kelelahan yang terdiri dari tiga jenis perasaan yang dialami oleh individu yang memiliki rutinitas yang sama dan dilakukan secara terus menerus (Maslach et al., 2018).

Burnout yang terjadi pada siswa atau disebut dengan student burnout adalah perasaan lelah yang dialami siswa akibat tuntutan belajar, sinisme dan munculnya perasaan tidak kompeten sebagai siswa akibat ketidakpedulian siswa terhadap pelajaran (Schaufeli et al. , 2002).

Gejala Student Burnout

Menurut (Maslach & Leiter, 2008) ada tiga ciri yang perlu diketahui baik oleh guru maupun siswa dalam mengenali student burnout.

  • Kondisi lelah secara emosional (emotional exhaustion).
    Siswa yang mengalami kelelahan emosional akan ditandai dengan timbulnya perasaan tidak puas terhadap kondisi yang ada, meningkatnya sensitivitas siswa terhadap apa yang dikatakan oleh guru, teman, maupun orangtua. Perkataan yang sebenarnya bermaksud atau bernada netral, dipersepsikan sebagai sesuatu yang menyinggung perasaan dan bahkan bisa menimbulkan kemarahan siswa.
  • Sikap sinis (cynicism).
    Saat siswa mengalami kondisi burnout, perilaku yang timbul, yaitu siswa menjadi menjauhkan diri, membuat jarak, tidak peduli dengan lingkungan sekitar, tidak menanggapi dengan baik saat disapa orang lain, tampak tidak ingin banyak berbicara. Siswa menjadi tampak kurang peka terhadap perasaan atau emosi orang lain.
  • Turunnya keyakinan pada siswa untuk menyelesaikan tugas/pekerjaan (reversed professional efficacy). Pada kondisi burnout, akibat dari kondisi kelelahan emosional yang dialami, siswa menjadi kurang bersemangat dalam mengerjakan tugas. Perasaan antusias dan keyakinan-diri siswa untuk menyelesaikan tugas menjadi menurun. Siswa menjadi tampak kurang memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya.

Menurut (Leiter & Maslach, 2009) ada enam faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya burnout pada siswa antara lain adalah:

  1. Beban kerja atau tugas yang berlebihan ,
  2. Kurangnya kontrol,
  3. Penghargaan yang tidak memadai,
  4. Ketidakadilan,
  5. Perpecahan komunitas, dan
  6. Konflik nilai.

Mengatasi bornuot

Cara  mengatasi gejala burnout pada siswa yaitu:

  • Menyepakati beban pekerjaan (workload/tugas-tugas) yang akan diberikan kepada siswa. Sebisa mungkin menyederhanakan bentuk penugasan, khususnya secara kuantitas. Sebagai ilustrasi, biasanya siswa menerima 10 soal, namun untuk sementara pada masa-masa sulit ini, jumlah soal boleh disepakati 5 soal saja.
  • Mengatur waktu pengumpulan tugas jauh-jauh hari. Batas waktu (deadline) pengumpulan tugas secara tidak disadari sebagai salah satu faktor dari perasaan tertekan yang dialami siswa. Burnout akan terjadi pada saat individu mengalami tekanan (stres) bahwa ada pekerjaan, namun waktu yang tersedia, dipersepsi sangat sedikit. Dengan pengaturan waktu sejak jauh hari, siswa akan memiliki perasaan yakin bahwa tugas masih bisa diselesaikan (perasaan kendali, atau cukup waktu untuk menyelesaikannya.
  • Menyepakati nilai minimal tertentu sebagai bentuk reward dalam penyelesaian tugas. Jika siswa sudah berusaha menyelesaikan tugas, bisa membuat kesepakatan dengan adanya nilai minimal yang akan diterima oleh siswa. Jangan sampai, siswa sudah berusaha namun siswa merasa bahwa nilai yang diberikan kurang. Perlu kita ketahui bahwa burnout terjadi pada saat individu merasa kurang ada pengharagaan (insufficient reward) terhadap apa yang sudah diusahakannya. Dengan adanya nilai minimal tertentu, jika terjadi kesalahan dalam penilaian, boleh jadi perasaan tidak adil (unfairness) yang dialami siswa dapat diantisipasi (sedikit terobati).
  • Memfasilitasi terbentuknya kelompok belajar siswa. Siswa membutuhkan dukungan secara emosional. Burnout terjadi karena individu kelelahan secara emosional. Oleh karena itu, selain dari guru dan orang tua, dukungan emosional juga bisa kita fasilitasi melalui kelompok belajar. Kelompok belajar akan mengurangi persepsi siswa bahwa tidak ada satupun orang yang peduli dengan saya atau terjadinya breakdown of community. Di dalam kelompok belajar yang terbentuk, secara tersamar (incognito) boleh disertakan siswa tertentu yang merupakan agen motivasi (misalnya: siswa yang terkenal cakap dalam bersosialisasi, pintar, dan rela membantu teman-temannya).

Burnout terjadi ketika individu merasa tidak cukup imbalan atas apa yang telah mereka coba. Dengan nilai minimal tertentu, jika terjadi kesalahan dalam penilaian, bisa jadi perasaan tidak adil (unfairness) yang dialami siswa dapat diantisipasi (sedikit diperlakukan).

Siswa membutuhkan dukungan emosional. Burnout pada siswa terjadi karena individu kelelahan secara emosional. Oleh karena itu, selain dari guru dan orang tua, kita juga dapat memfasilitasi dukungan emosional melalui kelompok belajar.

Referensi:

1.https://news.schmu.id

2.https://www.kompas.com