Pentingnya Pertolongan Pertama Masalah Kesehatan Mental Pada Remaja Siswa Sekolah, Masalah kesehatan mental pada para remaja, utamanya siswa sekolah, belakangan meningkat seiring berbagai faktor pemicunya.

Ketika kesehatan mental remaja tertekan, dapat dilihat tanda-tandanya seperti terlihat tidak bersemangat, nafsu makannya berkurang, pola tidurnya terganggu atau susah tidur, dan juga khawatir yang berlebihan.

Pentingnya Pertolongan Pertama Masalah Kesehatan Mental Pada Remaja Siswa Sekolah

Dikutip dari data Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) per Juli 2020 menyebutkan ada lebih dari 3.200 (13 persen) anak SD hingga SMA di 34 provinsi di Indonesia yang, mengalami gejala-gejala yang mengarah pada gangguan depresi ringan hingga berat.

Sebagian besar diantaranya 93 persen gejala depresi tersebut dialami anak pada rentang usia 14-18, sementara 7 persen lainnya pada usia 10-13 Tahun. Pandemi menjadi salah satu faktor dominan anak dari kategori rentang usia tersebut mengalami masalah kesehatan mental.

Menurut analisis data yang disampaikan Unicef, sebanyak 99 persen anak-anak dan remaja di bawah 18 tahun di seluruh dunia (2,34 miliar) tinggal di salah satu dari 186 negara dengan beberapa bentuk pembatasan gerakan yang berlaku karena COVID-19. Sebanyak 60 persen anak tinggal di salah satu dari 82 negara dengan lockdown penuh (7 persen) atau sebagian (53 persen) – yang jumlahnya mencakup 1,4 miliar jiwa muda.

Menurut data survei Global Health Data Exchange 2017, ada 27,3 juta orang di Indonesia mengalami masalah kesehataan kejiwaan. Artinya, satu dari sepuluh orang di negara ini mengidap gangguan kesehatan jiwa.

Untuk data kesehatan mental remaja di Indonesia sendiri pada 2018, terdapat sebanyak 9,8% merupakan prevalensi gangguan mental emosional dengan gejala depresi dan kecemasan untuk remaja berumur > 15 tahun, meningkat dibandingkan pada 2013, hanya 6% untuk prevalensi gangguan mental emosional dengan gejala depresi dan kecemasan untuk remaja berumur > 15 tahun.

Baca Juga :  KODE REDEEM Free Fire 25 Maret 2024 Terbaru

Sedangkan untuk prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia pada 2013 mencapai 1,2 per seribu orang penduduk.

Dampak dari masalah kesehatan mental pada siswa sangat beragam mulai dari rasa cemas, mudah marah, stres, depresi bahkan keinginan bunuh diri. Itulah sebabnya peran guru dan sekolah sangat penting terutama dalam memberikan dukungan psikologis awal (DPA) pada masalah kesehatan mental siswa.

Lita Patricia Lunanta, M.Psi, Psikolog, Psikolog di Konsultan Psikologi Pelangi menjelaskan ada sejumlah langkah yang bisa diberikan kepada siswa yang mengalami kesehatan mental lewat dukungan psikologis awal (DPA), yaitu:

  1. Look yang meliputi asesmen mengenai keadaan, kebutuhan, reaksi emosional serta resiko yang dihadapi siswa.
  2. Listen dilakukan dengan mendengarkan aktif, hadir untuk siswa, berusaha mengerti dan memahami siswa. “Saat Listen hindari terlalu cepat memberikan nasehat, solusi dan saran pada siswa. Berusahalah untuk hadir sepenuhnya, dengarkan secara aktif, terima dan pahami perasaan siswa agar siswa merasa nyaman untuk bercerita, merasa dipahami dan dimengerti,” kata Lita
  3. Link adalah menghubungkan siswa dengan orang atau pihak lain sesuai dengan kebutuhannya. Bila siswa membutuhkan penanganan medis dapat dirujuk ke dokter. Bila siswa membutuhkan konseling lebih lanjut bisa dirujuk ke konselor atau psikolog. Bila sudah ada gangguan psikologis yang membutuhkan pengobatan lebih lanjut bisa dirujuk ke psikiater.

Dirinya memberi catatan penting yang tidak boleh dilakukan guru saat DPA yaitu terlalu cepat memberi nasehat, melabel siswa, meremehkan permasalahannya, serta menyalahkan siswa. Selain itu, Lita mengingatkan para guru untuk juga memperhatikan kesejahteraan dirinya dengan secara rutin melakukan self-care dan manajemen stres agar terhindari dari stress, burn-out, dan compassion fatigue sehingga tetap dapat memberikan dukungan secara optimal.

Baca Juga :  Link Nonton Streaming Avatar The Last Airbender Live Action Netflix

Sementara itu, founder KGSB, Ruth Andriani mengatakan bahwa dukungan psikologis awal merupakan salah satu bentuk keprihatinan akan kondisi kesehatan mental yang banyak dialami oleh usia anak dan remaja di Indonesia. Melalui Pelatihan PFA ini para guru serta sekolah diharapkan akan memiliki pemahaman dan kemampuan untuk memberikan DPA yang tepat untuk siswa yang mengalami masalah psikologis.

“Sekolah merupakan salah satu lingkungan tempat tumbuh kembang anak dan remaja. Sekolah idealnya merupakan jaring pengaman bagi peserta didiknya. Untuk itu, kami berinisiatif untuk memfasilitasi guru dalam mengembangkan kemampuannnya di bidang DPA guna mengatasi masalah kesehatan mental pada siswa,” katanya.

Sementara Founder Rumah Guru BK dan Widyaiswara di PPPPTK Penjas dan BK Kemendikbud Ristek RI, Ana Susanti, M.Pd. CEP, CHt menambahkan, cakupan wilayah Pelatihan PFA yang luas di seluruh Indonesia ini sejalan dengan salah satu program Kemendikbud Ristek RI yakni memberikan pelatihan peningkatan kompetensi guru di seluruh Indonesia.

“Sejauh ini program pelatihan PFA dari Kemendikbud Ristek RI masih terbatas untuk guru se-Indonesia, tentunya masih belum sebanding dengan jumlah guru yang ada di Indonesia. Adanya Pelatihan PFA dari KGSB ini sangat bermanfaat untuk memeratakan kemampuan para guru di seluruh Indonesia agar masalah kesehatan mental siswa lebih cepat teratasi,” kata Ana.

Pertolongan Pertama yang bisa dilakukan untuk mengatasi kesehatan mental remaja dengan memberikan pengertian pada remaja, kecemasan yang dialami remaja adalah fungsi normal dan sehat yang bisa membuat kita waspada terhadap ancaman, dan membantu kita untuk mengambil tindakan untuk melindungi diri.

Mencari informasi yang benar dari sumber terpercaya, mengurangi bermain sosial media, Orangtua bisa menjadi teman berbagi bagi remaja. Serta Berikan ruang bagi remaja untuk terbuka soal perasaan khawatirnya kepada orangtua. Berbagi cerita kepada orang-orang yang dipercaya. Baik itu keluarga, teman dekat, bahkan psikolog.

Baca Juga :  KODE REDEEM GENSHIN IMPACT 25 Maret 2024 Terbaru

Agar remaja memiliki pemahaman mengenai kesehatan mental dirinya dan dapat melakukan tindakan yang sesuai untuk membantu dirinya, maka mereka perlu memiliki pengetahuan yang cukup.

Pengetahuan tentang kesehatan mental dikenal dengan literasi kesehatan mental (mental health literacy), yaitu pehaman mengenai kondisi psikologis diri dan orang di sekitarnya, serta pemahaman mengenai tindak lanjut yang perlu dilakukan ketika seseorang mengalami persoalan kesehatan mental.

Beberapa contoh kegiatan yang dapat diaplikasikan di Indonesia misalnya membuat call center untuk layanan kesehatan mental di berbagai institusi termasuk rumah sakit, melakukan workshop secara rutin kepada berbagai kelompok kepentingan, dukungan pada penelitian, dan kerjasama lintas sector yang mengarah pada gerakan anti-stigma.

Di tingkat masyarakat, remaja dapat dilibatkan sebagai agen perubaha, gerakan kampanye kesehatan mental melalui internet, game, film, dan kelompok dukungan sebaya. Perguruan tinggi juga dapat berperan dalam membangun agensi untuk layanan kesehatan mental dan gerakan anti stigma, melakukan pendampingan ke sekolah-sekolah dan promosi kesehatan melalui berbagai bentuk seperti music, video, komik, dll.

Pentingnya Pertolongan Pertama Masalah Kesehatan Mental Pada Remaja Siswa Sekolah

Referensi:

  • https://www.unicef.org
  • https://www.antaranews.com
  • https://voi.id
  • http://news.unair.ac.id