Mengenal Inner Child yang Berdampak saat Dewasa, sebagian orang terkadang menyimpan luka masa kecil yang terbawa hingga saat usia dewasa.

Sayangnya, kondisi tersebut sering diabaikan, sehingga hal ini hingga berdampak pada kehidupan di usia dewasa, terutama pada kondisi mental.

Mengenal Inner Child yang Berdampak saat Dewasa

Secara psikologi, inner child adalah bagian dari diri manusia yang tidak ikut tumbuh dewasa dan tetap menjadi sisi anak-anak, berapa pun usianya.

Menurut Dr. Diana Raab, seorang peneliti psikologis dan penulis, setiap dari kita memiliki inner child. Ahli menjelaskan inner child sebagai ekspresi sisi masa lalu kita, mulai dari masa kanak-kanak hingga setelahnya.

Segala pengalaman hidup kita, baik pengalaman yang membawa kebahagiaan dan kesedihan, akan mempengaruhi kita dalam mengekspresikan diri ketika sudah dewasa. Pengalaman itu bahkan juga mempengaruhi proses tumbuh kembang hingga dewasa.

Baca Juga :  KODE REDEEM PUBG 25 Maret 2024 Terbaru

Saat inner child mengalami luka yang dibiarkan atau tak segera disembuhkan, hal ini bisa menimbulkan perilaku atau perasaan negatif saat dewasa.

Menurut psikolog Diana Raab, pengabaian, trauma, atau rasa sakit di masa kanak-akan bisa membuat inner child terluka.

“Sayangnya, banyak orang lebih memilih mengubur rasa sakit ini dalam-dalam untuk menyembunyikan dan melindungi diri,” ucap Raab.

Menurut Raab, “Luka inner child yang tak segera diatasi bisa menimbulkan tekanan dalam hubungan pribadi atau kesulitan memenuhi kebutuhan diri sendiri,”.

Padahal, cara ini tidak akan menyembuhkan rasa sakit dan bisa berefek negatif di masa dewasa, khususnya pada kondisi mental kita.

Berikut adalah beberapa hal yang mungkin dapat menjadi penyebab inner child di dalam diri terluka:

  • Kehilangan orangtua atau wali dan keluarga dekat.
  • Kekerasan fisik, emosional
  • Penyakit serius.
  • Perundungan atau bullying.
  • Gempa bumi.
  • Perpecahan dalam keluarga.
  • Ada anggota keluarga yang menyalahgunakan alkohol dan obat-obatan terlarang.
  • Kekerasan dalam rumah tangga.
  • Ada anggota keluarga yang memiliki gangguan mental.
  • Hidup di pengungsian.
  • Terpisahkan dari keluarga.
Baca Juga :  Makanan Untuk Penyakit Jantung dan Stroke Untuk Pria

WHO juga mendefinisikan sehat sebagai kondisi kesejahteraan keseluruhan yang meliputi fisik, mental, dan sosial, yang tidak terbatas pada kondisi bebas penyakit atau kelemahan, untuk mencapai kondisi sehat seutuhnya, kita juga perlu menjaga kesehatan mental kita sebaik-baiknya.

Proses berdamai dengan diri sendiri tidaklah mudah. Terkadang, kita tidak mampu melakukannya sendiri dan membutuhkan pertolongan orang lain.

Referensi :Kompas.com, hellosehat.com

Baca Juga :  Hukum Sholat Tahajud Usai Sholat Tarawih di Bulan Ramadhan 2024, Menurut Ustadz Khalid Basalamah