Mengajarkan Anak Berbagi Sejak Dini Agar Tidak Egois, Kebiasaan berbagi tidak saja memberi manfaat pada diri anak tapi juga orang lain. Anak akan mengenal rasa empati dan peduli terhadap orang lain. Bukan hanya itu, berbagi juga mengajarkan nilai kebersamaan.

konsep berbagi memang terlihat simpel dan mudah, banyak manfaat yang dapat pelajari dari sikap berbagi yang diajarkan sejak dini.

Membiarkan anak bersikap acuh tak acuh dan mengabaikan orang lain akan menyebabkan tumbuh sikap egois pada anak. Anak akan selalu ingin menang sendiri. Hal ini tentu tidak boleh dibiarkan, mengingat anak sejak dini perlu memiliki sikap sosial yang baik.

Mengajarkan Anak Berbagi Sejak Dini Agar Tidak Egois

Konsep berbagi mulai di ajarkan kepada anak-anak sejak usia dini. Mulai dari usia 2-3 tahun anak sudah dapat di ajarkan mengenai konsep berbagi. Konsep berbagi ini di ajarkan sejak usia dini dengan tujuan baik yaitu dapat menumbuhkan sikap bermurah hati dan peduli kepada orang lain.

Sejak dini, anak melakukan aktivitas melalui pengalaman yang didapatkannya. Pengalaman yang baik bagi anak akan menumbuhkan energi positif. Hal inilah yang sebaiknya dapat diperhatikan. Yakni memastikan bahwa anak memiliki pengalaman energi positif untuk bekal dewasa nanti. Salah satu pemberian dan pengajaran sejak dini yang dapat dilakukan adalah berbagi.

Kepedulian terhadap orang lain atau sosial ini termasuk salah satu bentuk dari kecerdasan Emotional Quotient  (EQ) anak. Ketika anak sejak dini sudah diajarkan konsep berbagi dan muncullah sikap-sikap tersebut berarti anak memiliki Emotional Quotient (EQ) yang baik.

Baca Juga :  Tips Aturan Minum 8 Gelas Sehari Saat Puasa, Mana Yang Lebih Baik?

Kemampuan berbagi disebut sebagai salah satu keterampilan sosial yang berguna dan perlu dikuasai oleh seorang anak dalam hidupnya. Penguasaan kemampuan ini memiliki banyak manfaat  bagi kehidupan bahkan hingga sampai masa dewasanya nanti.

Penanaman perilaku berbagi mendorong perkembangan aspek sosial-interpersonal. Anak yang dibiasakan untuk berbagi akan merangsang tumbuhnya berbagai sikap pro-sosial.

Manfaat Mengajarkan Anak Berbagi Sejak Dini

  • Menumbuhkan Sikap Bersyukur
    Sikap bersyukur tumbuh saat anak dilatih dan dibiasakan untuk berbagi apapun yang di milikinya seperti berbagi pengetahuan, tenaga, rezeki dan lainnya.
    Saat proses berbagi tersebut anak akan belajar bahwa apapun yang di milikinya harus patut di syukuri karena tidak semua orang memiliki apa yang di milikinya. Kemudian anak akan tumbuh menjadi pribadi yang mudah berbagi dan bersyukur.
    Banyak anak yang pandai, tapi enggan mengajarkannya pada orang lain.Dengan berbagi, konsep bersyukur tidak hanya berhenti pada pengetahuan tapi hal itu dapat dipraktikkan dengan hal sederhana. Jika anak sudah belajar bersyukuir sejak dini maka akan bermanfaat untuk masa dewasanya kelak.
  • Menambah Keimanan anak
    Gemar berbagi terutama kepada anak yatim dan orang yang tidak mampu, sehingga di jauhkan sifat kikir, dengki dan iri dari dalam diri sejak dini.
  • Menumbuhkan Sikap Gotong Royong
    Anak yang tidak diajarkan keteladanan dalam berbagi akan tumbuh dengan keegoisan. Perasaan enggan bergaul dengan orang lain akan terkesan menjadi hal yang biasa hingga anak dewasa nantinya
  • Menumbuhkan Empati.
    Memahami orang lain sangatlah penting. Salah satu manfaat berbagi adalah untuk menumbuhkan empati yakni kemampuan memahami orang lain. Kemampuan memahami perasaan orang lain. Anak yang diajarkan berbagi sejak dini dapat mengerti kondisi dan situasi orang lain. Hal itu akan mencegah anak berbuat arogan dan berbangga diri secara berlebihan.
  • Meningkatkan rasa percaya diri
    Ketika anak  terbiasa dihadapkan dengan lingkungan baru dan bertemu orang-orang baru. Ia akan mulai berani dan merasa yakin bahwa yang ditemuinya adalah lingkungan yang aman. Rasa aman inilah akan mendorong rasa percaya dirinya untuk bisa tampil dan tidak takut menghadapi lingkungan baru.
  • Lebih mudah menggali potensi Anak
    Saat bertemu dengan orang-orang baru berarti membiarkan anak untuk mengeksplorasi lingkungannya. Dengan begitu, kita dapat melihat potensi yang mungkin bisa anak.
  • Jangan terpaku pada hal-hal yang bersifat materiil
    Selalu ingatkan anak bahwa semua harta atau benda yang dimiliki anak bukan miliknya sepenuhnya.
    Oleh karena itu, sebaiknya jangan terlalu terpaku dengan hal-hal materiil. Anak pun jadi lebih memahami bahwa bela rasa jauh lebih penting dari uang atau barang miliknya.
    Usahakan untuk tidak menghadiahkan anak barang yang terlalu mewah ketika ia berhasil melakukan sesuatu. Kemampuan berbagi ini harus dipelajari sejak dini, bahkan sejak masa balita.
Baca Juga :  Download Aplikasi Fitness Erakulis Bikinan Pesepakbola Cristiano Ronaldo Terdapat Fitur Kesehatan Mental

Tujuan jangka pendeknya agar mereka dapat belajar berinteraksi dengan baik, berteman dan bermain bersama anak-anak sebayanya. Dalam jangka panjang, kemampuan berbagi akan memudahkan mereka untuk hidup harmonis bersama orang-orang di lingkungan sekitarnya.

Tunjukkan secara jelas pada anak bahwa berbagi itu adalah hal yang baik, karena dengan berbagi itu baik dan membuat orang lain bahagia.

Balita masih berada dalam fase perkembangan egosentris di mana mereka baru mulai mengenali diri sebagai individu dengan barang-barang mereka sendiri. Balita baru mulai mengeksplorasi apa artinya memiliki sesuatu dan belum cukup memahami gagasan bahwa beberapa barang adalah milik orang lain.
Disampaikan Dr Bill Sears, ahli pediatri bahwa kekuatan untuk memiliki sesuatu, menjadi bagian alami dari pertumbuhan kesadaran anak. Anak yang sedang tumbuh akan mengembangkan keterikatan pada benda dan juga orang.

Baca Juga :  Jawaban Apakah Boleh Minum Kopi Ketika Sahur?

Akan tetapi, dengan bimbingan dan kemurahan hati, kata Sears, anak berusia dua tahun yang egois bisa tumbuh menjadi anak berusia tiga atau empat tahun yang murah hati. Ketika anak-anak mulai bermain dengan satu sama lain dan bekerja sama dalam permainan, mereka mulai melihat nilai berbagi.

Konsep tentang berbagi sebaiknya diajarkan dari sejak usia dini dan selalu diterapkan pada kegiatan sehari-hari, di lingkungan rumah maupun di luar rumah.

Referensi: kemdikbud.go.id, mediaindonesia.com