Memberi Semangat Tanpa Toxic Positivity, Kata penyemangat dibutuhkan oleh sebagian orang yang sedang bersedih. Namun, sebagian kata penyemangat ternyata tergolong dalam toxic positivity dan perlu dihindari.

Seseorang yang mendapatkan toxic positivity akan mulai mengabaikan emosi negatif yang tertuangkan ke dalam pikirannya. Hal ini berarti semua permasalahan akan selalu dijalani dengan positive mindset karena cara itu merupakan yang terbaik untuk menjalani kehidupan.

Memberi Semangat Tanpa Toxic Positivity

Psikolog dari aplikasi konseling Riliv, Prita Yulia Maharani, mengatakan bahwa toxic positivity adalah kata penyemangat yang sebenarnya memberi dampak negatif pada sahabat atau keluarga yang sedang mencurahkan keluh kesahnya.

“Saat mendengarkan, penting untuk menerapkan empati atau memahami kondisi orang secara utuh. Toxic positivity membuat kita menekan emosi negatif dengan berusaha menerima emosi positif. Padahal, emosi negatif juga perlu kita terima agar tidak menumpuk,” ujar Prita mengutip keterangan pers, Senin (21/6/2021).

Ia juga menyampaikan 5 contoh toxic positivity yang dapat dihindari. Kelima contoh toxic positivity tersebut yakni:

  1. “Masih ada yang lebih susah daripada kamu.”
    “Ungkapan ini membuat teman atau kerabat yang bercerita merasa dikecilkan masalahnya (dianggap sepele). Kamu tidak mengetahui seberapa besar usaha atau pun perjuangan dia serta hal yang mungkin memperparah kondisinya,” kata Prita. Rangkaian kata tersebut dapat diubah menjadi “Aku bisa melihat dan merasakan betapa susahnya kamu berjuang menghadapi semuanya.”
  2. “Sudah, jangan terlalu dipikirkan.”
    Selain kata-kata yang terkesan mengecilkan masalah ada pula rangkaian kata yang termasuk toxic positivity yakni “Sudah, jangan terlalu dipikirkan.” Saat seseorang berusaha bercerita, itu artinya dia berusaha untuk menyingkirkan pikiran itu dengan membagikannya. Tidak tepat jika pendengar menjawab seperti itu.“Kamu bisa mengapresiasinya dengan ‘Terima kasih sudah bercerita ya’.”
  3. “Sudah, jangan sedih terus. Mellow banget.”
    Tidak ada orang yang mau sedih, pun tidak ada yang mau disebut mellow, kata Prita. Mengatakan hal ini berarti menutup mata bahwa teman atau sahabat sedang mengalami masalah. “Padahal, ia telah mempercayai kamu sebagai teman bercerita. Kamu bisa berlatih mengatakan ‘Apa yang bisa kulakukan agar kamu bisa lebih tenang?’.
  4. “Masih mending, kalau aku…”
    Kompetisi bisa terjadi di mana saja, termasuk siapa yang paling sengsara. Tidak heran jika kalimat ini bisa menjadi andalan saat seseorang bercerita kesedihannya untuk menunjukkan bahwa dia bukan yang paling sengsara. Padahal, hal ini hanya membuat kesedihan menumpuk dan tidak divalidasi. Kesedihan bukanlah soal persaingan, dan orang yang sedang bercerita tidak ingin berkompetisi dengan siapapun.
    “Kamu bisa membalasnya dengan pelukan atau mengiyakan bahwa apa yang sedang mereka hadapi berat.”
  5. “Kamu pasti bisa kok, enggak sulit ini.”
    Kalimat ini sering muncul dengan niat membantu dan menguatkan, tapi sebenarnya kalimat ini toxic positivity. Kata “enggak sulit ini” berarti melihat dari kacamata pribadi dan tidak mempertimbangkan kondisi orang itu. Bisa jadi dia tidak memiliki sumber daya seperti yang dimiliki diri pribadi, serta pengalaman berbeda dari yang sudah dilalui.
    “Jika kamu ingin menyemangati, kamu bisa menggunakan kalimat “Aku percaya kamu bisa, jangan lupa istirahat. Yang penting sudah melakukan yang terbaik sesuai kamu, ya’.” Tutupnya.
Baca Juga :  Cara Cek Data Pegawai Non ASN 2024

Toxic positivity adalah kondisi ketika seseorang menuntut dirinya sendiri atau orang lain untuk selalu berpikir dan bersikap positif serta menolak emosi negatif. Melihat suatu hal dengan positif memang baik, tapi jika dibarengi dengan menghindari emosi negatif, hal ini justru dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental, lho.

Seseorang yang terjebak dalam toxic positivity akan terus berusaha menghindari emosi negatif, seperti sedih, marah, atau kecewa, dari suatu hal yang terjadi. Padahal, emosi negatif juga penting untuk dirasakan dan diekspresikan.

Penyangkalan emosi negatif yang terus dilakukan dalam jangka panjang bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan mental, seperti stres berat, cemas atau sedih yang berkepanjangan, gangguan tidur, penyalahgunaan obat terlarang, depresi, dan PTSD.

Baca Juga :  Contoh Soal Tes Psikotes Kerja 2024 Lengkap Beserta Kunci Jawabannya

Kenali Ciri-Ciri Toxic Positivity

Toxic positivity umumnya muncul melalui ucapan. Orang yang memiliki pemikiran yang demikian mungkin bisa sering melontarkan petuah yang terkesan positif, tapi sebenarnya merasakan emosi yang negatif.

Selain itu, ada beberapa hal yang menandakan seseorang sedang terjebak di dalam toxic positivity, antara lain:

  • Menyembunyikan perasaan yang sebenarnya sedang dirasakan
  • Terkesan menghindari atau membiarkan masalah
  • Merasa bersalah ketika merasakan atau mengungkapkan emosi negatif
  • Mencoba memberikan semangat kepada orang lain, tapi sering disertai dengan penyataan yang seolah meremehkan, misalnya mengucapkan kalimat “jangan menyerah, begitu saja kok tidak bisa”
  • Sering mengucapkan kalimat yang membandingkan diri dengan orang lain, contohnya, “kamu lebih beruntung, masih banyak orang yang lebih menderita dari kamu”
  • Melontarkan kalimat yang menyalahkan orang yang tertimpa masalah, misalnya ‘Coba, deh, lihat sisi positifnya. Lagi pula, ini salahmu juga, kan?”
Baca Juga :  Kisi-kisi Tes Kesehatan IPDN 2024, Pahami Sebelum Daftar

Agar kata-kata yang keluar dari mulut kita tidak menjadi toxic positivity bagi orang lain, psikolog klinis dari Personal Growth Veronica Adesla memberikan beberapa tips untuk menanggapi curahan hati orang lain.

  • Dengarkan dengan seksama. Gali lebih lanjut mengenai apa yang terjadi dan bagaimana perasaannya. ‘Jadi waktu itu kejadiannya gimana?’, ‘terus?’, ‘perasaan kamu sekarang gimana?'”
  • Menunjukkan empati dengan mengungkapkan kata-kata yang menunjukkan bahwa kamu memahami perasannya. Misalnya ‘pasti berat yah kamu ngalamin kaya gitu’ atau ‘aku bisa paham kamu ngerasa marah atau sedih karena kejadian itu’.
  • Tawarkan bantuan, namun biar sesuai dengan kebutuhan orang yang sedang curhat, maka tanyakan saja ‘kira-kira apa yang bisa aku bantu?’, ‘ada yang bisa aku bantu ga?'”

Memberi Semangat Tanpa Toxic Positivity

Referensi:

  • https://www.alodokter.com
  • https://riliv.co
  • https://www.liputan6.com
  • https://health.detik.com