Kemdikbud, Pendidikan Harus Melindungi Anak dari Kekerasan dan Penindasan, Kemendikbud bertekad akan menghapus intoleransi, perundungan, dan kekerasan di dunia Pendidikan.

Pendidikan Adalah aspek yang sangat penting dalam kelangsungan hidup individu. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian.

Kemdikbud, Pendidikan Harus Melindungi Anak dari Kekerasan dan Penindasan

Tugas Pendidik adalah pemberian perlindungan kepada setiap anak di sepanjang usia pendidikan mereka, membebaskan mereka dari berbagai bentuk tindakan kekerasan, perundungan, diskriminasi, keterbelakangan, dan ketertinggalan sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945.

Hal tersebut sejalan dengan  UU No 35 tahun 2014, tentang Perlindungan Anak dan terkait dengan penyelenggaraan pendidikan.

Diskusi Asosiasi Pendidik Berprespektif Hak Anak menghadirkan tiga pembicara, yaitu Elvi Hendrani (Asdep Perlindungan Anak Kondisi khusus, Deputi Perlindungan khusus Anak Kementrian PPPA),  Bekti Parstyani (ketua Asosiasi Pendidik Berprespektif Hak Anak), dan Zulfikri Anas (Plt  kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbud) di SMAIT Raudathul Jannah, Cilegon, Banten,  Sabtu (1/1).

Kemendikbud bertekad untuk akan menghapus tiga dosa pendidikan, yaitu

  1. Intoleransi,
  2. Perundungan, dan
  3. Kekerasan.

Diperlukan usaha untuk membangkitkan para pendidik sekaligus melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan, penidasan, baik yang bersifat verbal maupun nonverbal merupakan suatu keharusan dan masif.

Dilansir dari Republika.co.id,  “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak mencakup segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Ini harus secara eksplisit menjadi tujuan pendidikan nasional,”  ungkap Elvi Hendrani .

Baca Juga :  KODE REDEEM Free Fire 22 Februari 2024 Terbaru

Ia menambahkan,  negara menyepakati bahwa pendidikan anak diarahkan pengembangan kepribadian bakat, mental dan, fisik anak semaksimal mungkin. “Mengambil langkah agar disiplin di sekolah dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan martabat anak dan konvensi hak anak (KHA), yaitu melalui pendekatan disiplin positif,” ucapnya.

Sejalan dengan hal tersebut, Bekti Prastyani, menekankan bahwa  orang dewasa, orang yang lebih dulu lahir dari anak-anak, harus benar-benar memahami apa yang dibutuhkan setiap individu anak didik.

Perilaku orang dewasa, terutama orang tua dapat menghasilkan emosi negatif, seperti galau, stres, depresi, pemarah, kurang motivasi atau apatis, khawatir, takut, terancam, rasa dipermalukan, minder.

Bekti menyampaikan “Kondisi dapat terjadi karena perlakuan orang dewasa melalui tindakan diantaranya:

  • Penolakan (rejecting),
  • Pengabaian (ignoring),
  • Tidak menunjukkan kedekatan dengan anak,
  • Teror (terorizing),
  • Pemarah,
  • Mengkritik secara tidak proposional,
  • Isolasi (isolating) atau melarang anaknya bersosialisasi dengan teman-temannya,
  • Merusak moral (corrupting) dengan cara mengajarkan dan mencontohkan hal-hal yang buruk terhadap anak.
Baca Juga :  Data Instansi yang Buka Formasi CPNS 2024 Lulusan SMA/SMK Sederajat

Zulfikri Anas menegaskan bahwa “dunia pendidikan sepenuhnya milik anak-anak, untuk itu seyogianya kita yang masuk ke dunia mereka, memahami apa yang mereka butuhkan, bagaimana keunikan potensi dan kekuatan masing, dan cara belajar seperti apa yang sesuai dengan kebutuhan mereka, bukan mereka yang ditarik ke dunia kita.”

Untuk itu, kata Zulfikri,  dalam dunia pendidikan, bagi seorang pendidik yang memahami anak atau yang berprespektif hak anak, yang akan dilakukan adalah

  1. Mengenal dan memahami keragaman karakteristik setiap individu anak
  2. Memahami dengan pasti makna yang akan diperoleh setelah belajar sesuatu
  3. Mengondisikan satuan pendidikan dan memastikan budaya belajar benar-benar terjadi
  4. Menganalisis dan mengelola kurikulum agar dapat diadaptasi sesuai dengan segala bentuk keragaman peserta didik.

Untuk mewujudkan layanan pendidikan berkualitas, Zulfikri menambahkan,  kurikulum seharusnya memberi ruang yang cukup untuk menyesuaikan beban belajar dengan kemampuan dan harus bersifat  felksibel. “Anak bukanlah obyek yang menjadi sasaran menjejali ilmu pengetahuan, melainkan subyek yang aktif mengelola seluruh potensi yang ada dalam diri mereka,” ujarnya.

Menurut Zulfikri, ilmu pengetahuan berperan sebagai alat (tools) dalam menguatkan karakter, membangun peradaban. “Dengan demikian, seyogyanya kehadiran kurikulum memudahkan pencapaian kompetensi siswa, dan memudahkan guru mengondisikan pembelajaran,” tuturnya.

Kehadiran kurikulum prototipe menjadi salah satu alternatif untuk memulihkan krisis pembelajaran yang berlangsung bertahun-tahun dan  diperparah oleh pandemi Covid-19. Pandemi menjadi titik balik dan momentum untuk kita melakukan perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pendidikan dan fokus kepada pelayanan kepada setiap anak. Ujar Zulfikri.

Baca Juga :  Top 4 SMA Terbaik di Kota Batu Jatim Versi LTMPT 2024

Zulfikri menjelaskan beberapa karakteristik kurikulum prototipe, ini diantaranya adalah:

  1. Pembelajaran berbasis projek untuk pengembangan soft skills dan karakter (iman, takwa, dan akhlak mulia, gotong royong, kebinekaan global, kemandirian, nalar kritis, kreativitas).
  2. Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.
  3. Fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid (teach at the right level) dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.

“Kehadiran kurikulum prototipe sebagai pilihan bagi satuan pendidikan menguatkan optimisme kita dalam memulihkan pembelajaran mencegah learning loss  (kehilangan pembelajaran). Tujuan utamanya dalam membangun Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong,” kata Zulfikri.

Referensi :republika.co.id