Jika Presidential Threshold 20 Persen Dihapus, Apa yang Akan Terjadi?. Ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen digugat oleh mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.

Diberitakan Kompas.com, Selasa (14/12/2021) gugatan itu dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh kuasa hukum Gatot, Refly Harun dan Salman Darwis.

Jika Presidential Threshold 20 Persen Dihapus, Apa yang Akan Terjadi?

Refly mengungkapkan, penggunaan ambang batas untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden potensial mengamputasi salah satu fungsi partai politik, yaitu menyediakan dan menyeleksi calon pemimpin masa depan.

“Karena telah mengakibatkan pemohon kehilangan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya calon pemimpin bangsa (presiden dan wakil presiden) yang dihasilkan partai politik peserta pemilihan umum,” kata Refly dalam surat permohonan.

Jika presidential threshold dihapuskan

Menurut Hendri, keuntungan dari penghapusan presidential threshold adalah masyarakat akhirnya memiliki lebih banyak opsi calon presiden dan wakil presiden yang bisa dipilih.

“Kalaupun presidential threshold dinolkan, saya yakin paling banyak juga cuma lima (pasangan) kok. Enggak akan lebih banyak dari itu,” kata dia.

Ia mengatakan, ada dua alasan yang membuatnya yakin bahwa pasang capres dan cawapres yang akan maju saat Pemilu tidak akan lebih dari lima jika ambang batas dihapuskan.

Pertama, dari segi biaya, menurut dia butuh ongkos tak sedikit untuk maju sebagai capres.

“Mencalonkan diri jadi presiden itu mahal. Jadi pasti enggak semua partai politik siap dengan dananya. Bukan hanya partai politik, si pasangan belum tentu siap juga dengan dananya,” ujar Hendri.

Alasan kedua yakni berkaca dari sejarah bahwa pasangan capres dan cawapres yang pernah maju dalam Pemilu selama ini tak pernah lebih dari lima pasangan.

“Alasan kedua masalah sejarah. Memang paling banyak di Indonesia kan baru lima, dan saya yakin sejarah itu akan berulang,” imbuhnya.

Pasal yang digugat

Pasal yang digugat oleh Gatot adalah Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur mengenai presidential threshold.

Pasal tersebut menyatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Kebebasan menentukan pemimpin

Pengajar komunikasi politik Universitas Paramadina sekaligus pendiri Survei KedaiKOPI Hendri Satrio mengatakan, gugatan Gatot Nurmantyo kepada MK agar presidential threshold dihapuskan sah-sah saja dilakukan.

Secara pribadi, Hendri mengatakan bahwa ia sepakat jika ambang batas pencalonan presiden yang selama ini diterapkan sebaiknya dihapus.

“Saya sih begini prinsipnya, indahnya demokrasi itu jangan dibatasi,” kata Hendri saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/12/2021).

Menurut Hendri, agar demokrasi atau kebebasan menentukan pemimpin dalam pemerintahan tidak dibatasi, baik presidential threshold maupun parliamentary threshold harus dihapuskan.

“Mari kita bicara tentang presidential (threshold) dulu. Kalau dibatasi, maka yang bisa maju itu bukan ditentukan oleh rakyat, tapi ditentukan oleh sang pemegang tiket (partai politik) dan threshold ini pun pada akhirnya membuat ongkos politiknya mahal,” kata Hendri.

“Akhirnya hanya calon-calon yang punya isi tas aja yang dipersepsikan bisa maju. Makanya sebaiknya dihapus aja,” ujar dia.

Jika Presidential Threshold 20 Persen Dihapus, Apa yang Akan Terjadi?

Sumber : https://www.kompas.com/