Dampak yang Dialami Anak Broken Home, Broken home identik dengan perceraian orangtua karena pertengkaran atau KDRT. Kendati demikian, Secara psikologi, anak dapat merasakan broken home pada keluarga yang utuh, dan kondisi ini bisa berdampak pada perkembangan anak hingga remaja.

Broken home merupakan istilah untuk menggambarkan situasi atau keadaan rumah di mana sudah tidak ada lagi cinta, kasih sayang, dan kepedulian di dalamnya.

Dampak yang Dialami Anak Broken Home

Rumah adalah tempat paling aman dan nyaman di mana anak-anak dan seluruh anggota keluarga saling belajar dan menerima kasih sayang, serta tumbuh menjadi pribadi yang luar biasa.

Keadaan rumah yang tak harmonis tersebut bisa bedampak buruk untuk anak, apalagi anak remaja yang sedang di masa pertumbuhan, perumahan hormon dan emosi, serta sudah paham akan situasi dan keadaan.

Penyebab Broken Home

Berikut ini beberapa penyebab broken home, yaitu:

  • Perceraian Orang Tua
    Perceraian menjadi alasan utama broken home. Anak-anak akan tinggal dengan salah satu orang tua saja dan ketidakhadiran satu sosok orang tua lainnya akan menyebabkan disfungsi keluarga secara emosional bagi anak. Belum lagi bila faktor-faktor lain terjadi, misalnya keributan di dalam rumah, pertengkaran, masalah seksual, ekonomi, dan sebagainya yang akan sangat menyakitkan bila anak tersebut menyaksikannya.
  • Kematian
    Seorang anak yang ayah atau ibunya meninggal akan merasakan kehilangan dan masalah psikologi yang sulit dijelaskan. Jika nak tersebut masih sangat kecil, kehilangan sosok seorang ibu atau ayah akan berefek pada perkembangan dan pertumbuhannya hingga ia beranjak dewasa.
  • Kesalahpahaman Antar Anggota Keluarga
    Setiap keluarga pasti memiliki masalah masing-masing. Sangat baik bila bisa diselesaikan secara kekeluargaan, namun sering kali kesalahpahamanan antar anggota keluarga bisa menciptakan perdebatan hebat, amarah, disfungsi keluarga, hingga hubungan yang tidak sehat di dalam rumah hingga salah satunya memutuskan untuk pergi.
  • Salah Aturan
    Jika seorang Ayah dan ibu yang gagal mendidik anaknya atau mendidik anaknya dengan cara yang kurang tepat dapat menyebabkan masalah disfungsi keluarga. Anak-anak mungkin tidak memiliki hubungan yang hangat dengan orang tua dan menyebabkan masalah emosional di antara semua pihak.
  • Pengaruh Luar
    Bila ada pihak ketiga yang coba mengatur orang tua dalam mengurus keluarga, maka sistem keluarga bisa saja rusak. Misalnya, orang tua yang terlalu menuntut anak karena pengaruh tetangga akan membuat anak merasa hidup menderita.
  • Faktor ekonomi
    Faktor ekonomi dapat menjadi pemicu adanya perpisahan pasangan suami istri. Sebab faktor ekonomi sangat penting untuk menghidupi keluarga. Jika tidak ada penghasilan yang mencukupi, maka keluarga akan kesulitan dan tidak bisa hidup dengan layak.
  • Ketidakdewasaan orangtua
    Orangtua yang memiliki egoisme dan egosentrisme kerap bertikai satu sama lain. Egoisme adalah suatu sifat buruk pada diri manusia yang selalu mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan egosentrisme adalah sikap yang menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian.

Sifat seperti itu bisa jadi dikarenakan adanya luka batin yang dialami orangtua saat kecil dan belum terselesaikan hingga dewasa. Sosok anak kecil dalam diri mereka kerap meronta ingin diperhatikan, ada perasaan yang lama terpendam belum diselesaikan, akhirnya berimbas pada hubungan saat berumah tangga.

Ketidakmampuan untuk bisa berdamai pada diri sendiri, ekspektasi yang terlalu tinggi pada pasangan akhirnya memicu keretakan pernikahan.

Dampak dari broken home

Keluarga yang tak utuh bisa menjadi dampak yang cukup mendalam bagi anak-anak. Beberapa dampak yang bisa dirasakan oleh anak-anak akibat terjadinya broken home, yaitu:

  • Anak-anak yang beranjak remaja, mereka akan rentan terkena gangguan kesehatan mental, sehingga dapat memicu terjadinya depresi dan stres dalam jangka panjang.
  • Anak akan merasa cemas berlebih. Hal ini dapat membuat anak menjadi lebih sinis dan tidak percaya untuk menjalin sebuah hubungan.
  • Perceraian orangtua akan menciptakan lingkungan rumah menjadi tidak kondusif, sehingga dapat berpengaruh pada menurunnya prestasi akademik anak.
  • Perpisahan orang tua akan berpengaruh pada kemampuan akademik anak. Beberapa penelitian menemukan bahwa anak-anak dari orang tua yang bercerai memiliki nilai yang lebih rendah dari kelompoknya. Anak mungkin tidak fokus karena orang tua tidak menemaninya belajar atau anggota keluarganya tidak membuatnya nyaman.
  • Setiap anak memiliki reaksi berbeda dalam mengelola kesedihan dari masalah orang tua mereka. Beberapa anak mungkin jadi pendiam, tidak mau bersosialisasi, dan menutup diri. Anak broken home lainnya mungkin menjadi cukup nakal untuk menarik perhatian di sekolah atau pada anggota keluarga lainnya.
  • Orang tua yang bercerai mungkin memiliki aturan berbeda, sesama saudara mungkin tidak akur, tidak ada pengertian, dan berbagai perdebatan dari hubungan keluarga yang tidak harmonis.
  • Anak broken home akan mengalami masalah perilaku, setidaknya sampai mereka remaja. Misalnya, mereka mungkin akan memiliki sikap yang sangat dingin atau sangat memberontak.
  • Anak tersebut mungkin kehilangan kasih sayang dan cinta kasih dari orang tua sejak masih kecil, sehingga mengalami masalah perilaku sebagai bentuk dari reaksinya terhadap kesedihan.
  • Anak mungkin akan mengalami masalah kepercayaan dengan salah satu atau kedua orang tua. Mereka akan sering berdebat, tidak setuju, dan tidak saling menghargai.
  • Masalah perilaku juga rentang terjadi saat anak laki-laki mengetahui salah satu orang tuanya sudah menikah dan memiliki keluarga lain.
  • Anak-anak akan merasa diabaikan, dilecehkan, dan tidak dicintai. Berdasarkan penelitian, efek emosional dan masalah psikologis anak-anak yang tumbuh dari keluarga yang tidak utuh mungkin bertahan hingga mereka dewasa.
  • Saat dewasa, orang tersebut mungkin akan memiliki trauma untuk menjalin hubungan emosional dengan orang lain. Mereka mungkin menutup diri untuk memiliki hubungan emosional karena takut mengulangi kesalahan orang tuanya di masa lalu.
  • Umumnya, anak-anak yang broken home juga kerap mendapatkan perlakuan kasar dari teman-temannya yang berujung pada aksi bullying. Hal ini bisa terjadi ketika anak broken home tidak bisa bersosialisasi seperti anak pada umumnya. Akhirnya, mereka dianggap aneh dan menerima tindakan bullying.
  • Sulit Percaya, Apa yang terjadi di dalam rumahnya sedikit banyak akan memengaruhi pola pikir anak, tidak terkecuali dalam hal kepercayaan. Anak yang tumbuh dalam keluarga tidak utuh akan mengalami kesulitan untuk memercayai orang lain. Di dalam hatinya, ia selalu waspada dan merasa dibohongi dengan lingkungan sekitar. Perasaan seperti ini akan menyulitkannya baik di masa kini maupun mendatang, sehingga lebih mudah frustasi. Ia berkecil hati dengan merasa tidak ada satu orang pun yang mampu memahami posisi dan perasaannya. Kondisi ini cukup serius, karena juga akan menyulitkannya untuk berhubungan dengan lawan jenis di masa mendatang.
  • Tidak Teguh dalam Memegang Prinsip, Anak yang tidak mempunyai tempat untuk berkeluh kesah dan mencurahkan isi hatinya akan cenderung mencari alternatif lain untuk menghibur diri. Dia akan mencari “rumah” lain yang membuat anak merasa nyaman, meski salah. Akibatnya, anak berjalan tak tentu arah dan mudah terpengaruh oleh lingkungan, karena memang dia tidak mempunyai panutan serta prinsip. Sementara itu, prinsip hidup adalah hal mendasar yang harus dimiliki setiap orang.
  • Mencari Perhatian, Orang tua yang tidak lagi utuh dapat memengaruhi hubungan sosial anak, baik di lingkungan rumah maupun sekolah. Sebagian akan bertindak agresif untuk mengekspresikan kekecewaan, kegelisahan, maupun kurangnya perhatian.

Menurut penelitian dari World Psychiatry, perpisahan yang terjadi pada orang tua akan sangat berisiko mengganggu kesehatan anak, terutama bagian mentalnya. Sebab, ikatan batin yang terjalin antara orang tua dan anak itu bukan isapan jempol semata.

Anak dapat merasakan apa yang terjadi, meski mungkin orang tua sudah berusaha untuk menampakkannya. Kondisi tersebut akan semakin berbahaya, terutama saat anak tidak mampu mengutarakannya.

Berbagai masalah emosional dapat mengancam anak, seperti stres dan depresi. Kabar buruknya, dampak ini dapat bertahan hingga puluhan tahun kemudian, bahkan saat anak sudah berumah tangga.
Cara Mengatasi Anak Broken Home

Meski dampak keretakan rumah tangga bagi anak sudah menjadi rahasia umum, sayangnya perpisahan tak selalu dapat untuk dicegah. Untuk meminimalisir dampak tersebut, cobalah untuk menerapkan cara-cara berikut:

  • Jangan Bohongi Anak
    Tidak ada kebohongan yang memang benar-benar bertujuan untuk kebaikan, termasuk menyembunyikan fakta perpisahan pada anak. Mungkin secara usia anak memang belum matang, tetapi perasaannya jauh lebih kuat, Alih-alih terus membohonginya, cobalah untuk menjelaskan secara perlahan bahwa Anda tidak lagi bersama pasangan. Tegaskan bahwa apa yang terjadi bukan salah anak, tetapi untuk kebaikan bersama.
  • Hindari Mempertontonkan Perselisihan
    Perpisahan terjadi tentu karena sebuah masalah, sehingga perbedaan pendapat dan pola pikir pasti ada. Meski demikian, cobalah untuk menekan sedikit ego serta emosi, terutama di hadapan anak. Jangan mempertontonkan perpecahan, pertengkaran, atau bahkan kekerasan di hadapan anak. Hal ini hanya akan melukai dan membuat anak membenci salah satu dari kedua orang tuanya.
  • Berikan Perhatian Lebih
    Bangun kembali bounding dengan anak dan berusahalah untuk memahami apa yang diinginkannya. Pahamilah bahasa cinta yang dimiliki anak, dengan begitu Anda dapat memberi porsi yang pas.
  • Menerapkan Co-Parenting
    Peran ayah di dalam keluarga adalah sebagai pengayom dan superhero bagi anak-anak. Sementara itu, peran sang ibu juga tak kalah penting, yakni sebagai tempat berpulang yang nyaman. Oleh karena itu, tidak mungkin anak dapat memilih salah satu dari kedua orang tuanya. Di sinilah pentingnya orang tua untuk menekan ego serta gengsi untuk tetap bekerja sama dalam pengasuhan atau co-parenting. Meski hak asuh jatuh pada pihak ibu, bukan berarti sang ayah benar-benar melepaskan tanggung jawabnya. Sebab, anak tetap memerlukan peran ayah untuk membangun kepercayaan diri dalam diri anak.
  • Dekatkan Anak dengan Tuhan
    Penanaman nilai-nilai agama sejak dini akan membuat mental serta perasaan anak menjadi lebih matang dan mampu menerima penjelasan. Refleksikan apa yang sedang terjadi sebagai ketentuan dan takdir dari Tuhan, tanpa harus menyalahkan.

Setiap rumah tangga pasti akan mengalami berbagai ujian dan tak jarang berakhir pada keputusan untuk berpisah. Tidak selalu mempertahankan rumah tangga menjadi jalan terbaik, tetapi perceraian juga pasti akan memberi luka.

Oleh karena itu, edukasi diri sebelum memulai hal-hal baru, agar Anda mempunyai wawasan dan bahan pertimbangan yang lebih luas. Selain itu, dekatkan diri kepada Tuhan untuk menguatkan hati dan keimanan. Itulah informasi tentang Dampak yang Dialami Anak Broken Home, semoga bermanfaat.

Dampak yang Dialami Anak Broken Home

Referensi:

  • Ini Alasan Anak Broken Home Rentan Alami Depresi, halodoc.com
  • Berbagai Masalah yang Dialami Anak Broken Home, hellosehat.com
  • Pengertian Broken Home, Penyebab, Dampak & Cara Mengatasinya, gramedia.com
  • Broken Home: Penyebab, Dampak bagi Anak, dan Cara Mengatasinya,doktersehat.com
  • Memahami Berbagai Masalah yang Dialami Anak Broken Home,prestasiglobal.id 
  • A child’s worst nightmare; to be brought up in a broken home, indiatimes.com
  • The effect of a broken family, .thenews.com.pk
  • Impact of Broken Homes on Education of Children: A Sociological Perspective, researchgate.net

Live Streaming