Anak Tidak Rangking Bukan Berarti Tidak Cerdas, Harapan sebagian orangtua adalah mengharapkan anak-anaknya memiliki Nilai-nilai studi eksak yang bagus, peringkat tiga teratas di kelas, lulus dengan nilai sempurna.

Di media sosial sudah banyak orang tua yang memposting rangking atau pun berprestasi, orang tua memposting piala, hadiah dan nilai rapor, sebagai bentuk ekspresi bahagia dan bangga dari kecerdasan anaknya Lalu, bagaimana dengan anak yang tidak rangking?

Sistem ranking telah dihapuskan. Namun tidak sedikit orang tua yang tetap ingin tau peringkat anaknya di kelas. Menurut mereka, nilai yang bagus dan menjadi juara di kelas akan sangat membanggakan atau akan menjadi ajang saling pamer anak serta akan menjamin kesuksesan mereka kelak.

Anak Tidak Rangking Bukan Berarti Tidak Cerdas

Terkadang Sebagian orangtua tak segan menekan jam belajar anak, memarahi, hingga memberi sanksi ketika sang anak nilai-nilainya tidak sesuai dengan harapan orang tua.

Padahal, anak sudah berupaya untuk memaksimalkan potensinya sebaik mungkin, namun ternyata isi rapornya setiap semester tidak pernah dirasa memuaskan orang tua.

Namun, banyak testimoni guru mengatakan bahwa ketika acara reuni siswa, justru anak yang dahulunya tidak menonjol, cenderung dianggap malas dan “nakal” ternyata justru banyak juga yang sukses, bahkan mereka pula yang paling banyak memberikan bantuan dan sumbangan ke sekolah berbanding anak yang dahulunya rangking dan berprestasi

Yang cenderung “nakal” dulunya di sekolah, tidak kalah sukses dalam berkarir, bahkan ada juga yang sukses menjadi pemimpin dalam sosial kemasyarakatan, bisnis dan politik Sementara yang ranking sukses dalam karir sebagai ASN, karyawan, peneliti , akademisi.

Lalu kenapa walaupun dalam hal akademik di sekolah rendah, yang dulu malas dan “nakal” juga bisa melejit dan sukses?

Ternyata mereka memiliki kecerdasan yang tidak tercantum dalam format rapor sekolah,yakni adab, akhlak, “soft skill”, berani, percaya diri, tangguh, tahan banting, gigih, komunikatif, bekerja sama, mudah bergaul, tidak baper, mimpi yang besar dan motivasi hidup yang tinggi.

Ketika sekolah mereka dulu malas dan “nakal” karena minat mereka memang bukan di akademik, mereka mungkin cenderung suka seni, olah raga, musik, Bahasa atau sastra, namun tidak tersalurkan karena guru dan orang tua selalu menekan selama ini bahwa anak cerdas itu adalah anak yang bisa matematika, fisika, kimia, biologi, sehingga mereka kurang memperhatikan dan akhirnya mengganggu temannya

Sementara itu, banyak mereka yang rangking dahulunya cenderung kaku dalam pergaulan, individualis, karena sering dipuji oleh guru dan orang tua mereka tumbuh menjadi pribadi yang egois, sombong, merendahkan orang lain, enggan bergaul, hanya mengedepankan kemampuan akademik saja, sehingga karirnya terkadang terhambat.

Menurut pakar Multiple Intelligences dari Amerika, Thomas Armstrong, kecerdasan di bidang akademik hanyalah 1 dari 8 kecerdasan yang dimiliki setiap anak.

“Kalau berpikir kecerdasan anak dinilai dari nilai atau rankingnya di sekolah itu termasuk indikator kecerdasan yang tradisional. Orangtua harus tahu bahwa anaknya memiliki potensi 8 kecerdasan.

Delapan kecerdasan yang dimaksud Armstrong antara lain:

  1. Word smart
    Word smart ditandai dengan kemampuannya yang lebih cepat untuk berbicara atau melakukan percakapan. Sementara number smart ditandai dengan kemampuan anak yang menonjol dalam bidang hitung-menghitung dan matematika.
  2. Number smart
    kemampuan anak yang menonjol dalam bidang hitung-menghitung dan matematika.
  3. Picture smart,
    jika keahlian anak dalam bidang menggambar atau berimajinasi digolongkan memiliki kecerdasan visual (picture smart)
  4. Body smart
    Anak-anak yang menonjol di bidang olahraga namun akademiknya biasa saja. Ini berarti kecerdasan anak yang lebih menonjol memang pada bidang body smart.
  5. Music smart
    anak-anak yang memiliki keahlian dalam bidang musik
  6. People smart
    People smart ditandai dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain, bagaimana berempati dan memahami perasaan orang lain.
  7. Self smart
    Self smart diartikan sebagai kemampuan anak dalam menyadari kelebihan diri dan mengkomunikasikan perasaannya.
  8. Nature smart.
    Anak-anak yang penyayang binatang dan peduli pada alam bisa digolongkan memiliki kecerdasan alam (nature smart).

Menurut Jane Cindy Linardi, Psikolog dari RS Pondok Indah.Pola pikir orangtua yang memaksakan nilai-nilai tinggi pada hasil belajar anak merupakan produk dari sistem pendidikan pola zaman dahulu. standar kepandaian anak dilihat dari mereka yang  rajin belajar, dan nilai sempurna di semua mata pelajaran. Akibatnya anak akan stres ketika mendapati potensi dirinya tidak setara dengan tuntutan orangtua. Di sisi lain, potensi asli milik anak, justru jadi tidak terasah.

Setiap anak bisa memiliki satu atau lebih kecerdasan di atas. Tergantung bagaimana stimulasi yang diberikan orangtuanya sejak kecil agar semua potensi kecerdasan ini dimiliki anak.

Referensi: sindonews.com, tirto.id