10 Ciri Toxic Parents yang Tanpa Disadari Bisa Merusak Mental Anak, Orang tua yang melakukan toxic parenting terhadap anaknya menganggap anak sebagai alat, investasi dan sebagai hal yang seharusnya dapat menguntungkan orang tua yang telah mengandung dan membesarkan mereka

Toxic parenting merupakan ungkapan yang diambil dari kata toxic parents yang mengandung arti “orangtua yang beracun”. Pengertian racun sendiri, mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang berarti zat yang dapat menyebabkan kesakitan dan bisa berujung pada kematian.

10 Ciri Toxic Parents yang Tanpa Disadari Bisa Merusak Mental Anak

Para toxic parents menganggap anak bukan manusia independen yang boleh mengambil keputusan sendiri. Dalam pola pengasuhan ini, orang tua mengatur anak sesuai dengan kemauannya tanpa menghargai perasaan dan pendapat sang anak.

Selain itu, dalam kasus ini orangtua akan selalu menyoroti kesalahan anak. Padahal, dalam proses tumbuh kembang, seorang anak melakukan kesalahan adalah hal yang wajar.

Jika anak melakukan kesalahan, orangtua seharusnya fokus pada solusi agar anak bisa memperbaiki kesalahan mereka. Namun berbeda dengan toxic parenting, orangtua justru selalu menyalahkan dan memarahi anak mereka tanpa memberi tahu apa dan bagaimana solusi yang harus dilakukan.

Ciri Toxic Parents

Tanpa disadari atau tidak, Anda bisa saja menjadi toxic parents. Oleh sebab itu, agar dapat mewaspadai perilaku kita sendiri terhadap anak, terdapat ciri-ciri toxic parents yang penting untuk diperhatikan. Adapun ciri-ciri tersebut, di antaranya:

  1. Mengutamakan diri sendiri
    Toxic parents selalu mengutamakan kebutuhannya sendiri dan tidak mempertimbangkan kebutuhan maupun perasaan anak. Selain itu, ia juga tak akan berpikir mengenai dampak perilakunya tersebut pada anak.
  2. Tak dapat memperlakukan anak dengan baik
    Orangtua yang toxic tak dapat memperlakukan anaknya dengan baik. Bahkan pada tingkat yang dasar saja, seperti rasa hormat dan kesopanan, mereka enggan melakukannya. Ia juga sengaja melupakan hal-hal penting yang berkaitan dengan anak.
  3. Sulit mengendalikan emosi
    Toxic parents kerap mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosinya. Ia cenderung bereaksi berlebihan atau dramatis ketika anak melakukan kesalahan. Selain itu, kemarahannya pun seringkali tak dapat diprediksi. Ia tak akan segan untuk memukul, memaki, atau melakukan kekerasan lainnya.
  4. Suka mengontrol
    Orangtua toxic senang mengontrol anaknya dengan ketat. Ia akan mengatur apa yang harus dilakukan oleh anak, bahkan kapan dan bagaimana sang anak melakukannya. Selain itu, toxic parents juga akan mencampuri urusan pribadi. Rasa bersalah dan iming-iming menjadi senjata baginya untuk mengontrol anak.
  5. Selalu menyalahkan anak
    Atas perbuatan yang telah dilakukannya, orangtua toxic justru akan menyalahkan semuanya pada anak. Selain itu, apa pun usaha dan hasil yang dilakukan oleh anak tak pernah cukup baik baginya. Ia selalu mencari kesalahan dan jarang mengapresiasi anak.
  6. Sering mempermalukan anak
    Orangtua yang toxic juga kerap mempermalukan anaknya dengan sangat buruk. Ia akan mengejek, merendahkan, memukul, memaki, atau meneriaki anak di depan orang lain, terutama teman-temannya, sehingga anak merasa sangat malu.
  7. Merasa bersaing dengan anak
    Bukan hanya selalu merasa benar, toxic parents juga akan bertindak seperti orang yang sedang bersaing dengan anak. Jadi, alih-alih menyemangati dan merasa bahagia atas keberhasilan anak, ia malah membuat anak down, mengabaikannya, dan merasa tak suka jika anak senang.
  8. Kurang empati
    Orang tua yang toxic tidak dapat berempati dengan orang lain. Sebaliknya, semuanya tentang mereka dan kebutuhan mereka, dan mereka gagal untuk melihat apapun yang mereka lakukan dilihat oleh orang lain sebagai mengganggu, berbahaya, atau menyakitkan.
  9. Membebani anak-anak dengan masalah orangtua
    Semua orang memiliki masalah pribadi, dan mungkin akan lebih sulit untuk ditangani jika kita juga memiliki anak yang harus diurus. Memang hal yang baik untuk berbicara dengan anak dan menunjukkan kepada anak cara yang sehat untuk mengekspresikan emosi. Tetapi kita harus menghindari membebani mereka dengan masalah pribadi kita. Sehingga hal ini dapat menciptakan dinamika yang aneh di mana anak dapat menjadi orang tua atau teman. Kita seharusnya tidak meminta bantuan emosional kepada anak-anak kita dan membiarkan mereka tetap menjadi anak-anak.
  10. Melampiaskan rasa frustrasi kepada anak-anak
    Orangtua harusnya tidak pernah melampiaskan rasa frustrasi kita kepada anak-anak kita.
    Kita tidak boleh membuat anak-anak kita merasa bahwa sesuatu yang bukan salah mereka adalah kesalahan mereka.
Baca Juga :  Patokan Normal Kadar Gula Darah Pria Usia 50 Tahun

Sebagai orang tua sudah sewajarnya memiliki kekhawatiran terhadap anaknya, takut sang anak terluka dan sebagainya. Namun, jika kekhawatiran sudah dirasa berlebihan hingga membuat anak tidak bebas bahkan stres maka itu menjadi perilaku toxic yang harus dihindari.

Kekhawatiran yang berlebihan seperti ini akan membuat orang tua tidak memercayai sang anak, sebab dia beranggapan bahwa pilihan terbaik adalah berasal dari orang tua dan bukan anaknya. Hal tersebut memungkinkan menimbulkan kebencian, stres dan kekecewaan anak pada orang tuanya.

Parahnya lagi, perilaku ini dapat bertahan hingga anak mereka dewasa dan berkeluarga. Para toxic parents akhirnya dapat menjadi mertua yang juga toxic terhadap keluarga anaknya.

Baca Juga :  Manfaat Susu Almond untuk Kesehatan Tubuh, Mengurangi Risiko Penyakit Jantung

Referensi: puspensos.kemensos.go.id,sehatq.com